Selasa, 15 Januari 2013

KLASIFIKASI WACANA


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pengelompokan wacana berdasarkan isi atau substansinya relatif mudah karena antara lain adanya ruang (space) pada sejumlah media, seperti media masa cetak, yang secara khusus telah mengelompokkan wacana atas dasar substansi atau muatan isi yang dibahas, dikatakan, diberitakan, atau diperbincangkan, oleh pemakai bahasa.
Berdasarkan kenyataan, kehidupan manusia sering teramat kompleks sehingga seringkali persoalan yang satu dengan persoalan yang lain berkaitan amat dekat. Akibatnya, berbagai persoalan itu amat sulit untuk dipisahkan sehingga hukum dan kriminal atau wacana sosial dan politik, misalnya, hampir sulit dipisahkan. Akan tetapi, wacana hukum dan wacana budaya atau wacana militer dan wacana kesehatan dapat dipisahkan dengan mudah. Sebenarnya, isi atau substansi wacana harus dapat dipisah-pisahkan dan dideskripsikan secara relatif.
Berdasarkan ranah serta substansi yang dikemukakannya, wacana dapat dibagi menjadi wacana politik, wacana sosial, wacana budaya, wacana ekonomi, wacana militer, wacana hukum, dan wacana kriminalitas.  Wacana yng berkembang dan digunakan secara khusus dan hanya terbatas pada bidangnya saja disebut register, jadi register adalah wacana yang hanya digunakan di lingkungan dan kelompok dengan nuansa tersebut.
A.    Tujuan dan Kegunaan Makalah
1.      Tujuan Makalah
a.       Agar Mahasiswa mengetahui tentang wacana yang banyak sekali ragam atau jenisnya.
b.      Agar mahasiswa mampu mengetahui tentang wacana yang merupakan disiplin ilmu yang sudah banyak dibahas dan sedang berkembang pada masa ini.

2.      Kegunaan Makalah
a.       Sebagai syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS) pada mata kuliah Wacana Bahasa Indonesia.
b.      Hasil makalah ini diharapkan dapat dijadikan media untuk menambah dan memperluas khasanah keilmuan, khususnya bagi pengembangan keguruan ilmu pendidikan.
  
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Klasifikasi Wacana
1.      Berdasarkan Bentuk
Menurut Henry Guntur Tarigan (1987:57-59), wacana berdasarkan bentuknya dapat dibagi atas: Wacana Naratif, Wacana Prosedural, Wacana Ekspositori, Wacana Hartatori, Wacana Dramatik, Wacana Efistoleri, dan Wacana Serimonial.
Sedangkan menurut Robert E. Longacre wavana berdasarkan bentuk terbagi 6 (enam) yaitu : wacana naratif, wacana prosedural, wacana ekspositori, wacana  hortatori, wacana epistoleri, wacana dramatik.
a.      Wacana Naratif
Wacana naratif adalah wacana yang mengambarkan dan menceritakan sesuatu dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca tentang urutan peristiwa yang terjadi pada suatu waktu. Unsur terpenting di dalam wacana naratif ialah tindakan atau laku perbuatan. Unsur itulah yang dipaparkan dengan seterang-terangannya, sehingga ketika membacanya, pembaca seakan-akan melihat, bahkan serasa mengalami sendiri apa dipaparkan itu.  Biasanya, uraian kejadiannya ringkas dan jelas. Bagian yang di anggap penting sering diberi tekanan atau diulang.
Menurut  Mulyana (2005 ;48) mengatakan bahwa :

“Wacana naratif adalah bentuk wacana yang banyak dipergunakan untuk menceritakan suatu kisah. Uraiannya cenderung ringkas. Bagian-bagian yang dianggap penting sering diberi tekanan atau diulang. Bentuk wacana naratif umumnya dimulai dengan alinea pembuka, isi, dan diakhiri oleh alinea penutup”.

Contoh

1.      Ia bernafas dalam-dalam, lalu  mengejan sekuat-kuatnya seperti ingin melepaskan sesuatu yang amat berat. Wajahnya pucat dan keringatnya bercucuran. Ia berhenti sejenak, lalu mengejan lagi. Tak lama kemudian, kudengar suara sesuatu seperti hamper putus dan …lahirlah anak ku. Kulihat istriku terkulai lemas, wajahnya pucat pusi, dan lelah tiada tara. Dan,…terdengar tangis kecil menyambut pagi.
2.      Menurut  Mulyana (2005 ; 48) mengatakan bahwa :
Masyarakat Indonesia sebagai pemakai bahasa Indonesia dianjurkan  untuk menggunakan bahasa Indonesia  secara baik dan benar. Baik artinya sesuai dengan konteksnya. Orang harus selalu berpikir, bagaimana sebaiknya menggunakan bahasa secara tepat sesuai dengan situasi dan kondisinya. Selain tepat, juga harus benar. Artinya, bahasa yang kita ucapkan sebaiknya disampaikan atau ditulis dengan pola dan aturan yang benar sesuai dengan grametika bahasa.

b.      Wacana Prosedural
Wacana procedural menunjukkan prosedur atau menceritakan cara mengerjakan atau cara menghasilkan sesuatu. Umumnya kalimat wacana prosedural berisi syarat atau aturan yang harus dipenuhi agar sesuatu itu berhasil baik. Wacana procedural bias berbicara tentang prosedur atau cara merawat, cara membuat, cara menyimpan, cara menjaga atau cara menemukan sesuatu  misalnya tentang resep makanan, cara mengolah tanah, atau memelihara kecantikan.
Menurut  Mulyana (2005 ; 48) mengatakan bahwa :

“Wacana prosedural digunakan untuk memberikan petunjuk atau keterangan bagaimana sesuatu harus dilaksanakan. Oleh karena itu, kalimat-kalimatnya berisi persyaratan atau aturan tertentu agar tujuan kegiatan tertentu itu berhasil dengan baik.”

Contoh

Cara membuat nasi uduk

Bahan :
beras 500 gr, santan kental 100 ml, ayam panggang, telur, mentimun dan kerupuk.
Bumbu :
Garam, lengkuas 3 cm, serai dua batang, daun salam tomat, dan cabe merah besar.
Cara membautnya :
Cuci beras sampai bersih, lalu tiriskan. Masakan santan, tambahkan bumbu-bumbu, lalu masakan hingga mendidih. Kukus beras hingga setengah matang. Angkat dan masukkan kedalam santan yang mendidh itu. Ratakan, lalu kukus kembali hingga matang. Haluskan cabei dan tomat, buatlah sambel goreng. Jangan lupa buatlah telur dadar.
Menyajikannya :
Sajikan nasi uduk dengan sambel goring, kerupuk, suiran ayam panggang, irisan tipis telur dadar, dan irisan mentimun.
c.       Wacana Ekspositori
Wacana ekspositori bersifat menjelaskan sesuatu secara informatif. Bahasa yang digunakan cenderung denotatif dan rasional
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:10-11) wacana ekpositori bersifat menjelaskan sesuatu. Biasanya berisi pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan. Pada umumnya, ceramah, pidato, atau artikel pada majalah dan surat kabar termasuk wacana ekspositori. Wacana ini dapat berupa rangkaian tuturan yang menjelaskan atau memeparkan sesuatu. Isi wacana lebih menjelaskan dengan cara menguraikan bagian-bagian pokok pikiran. Tujuan yang ingin dicapai melalui wacana ekspositori adalah tercapainya tingkat pemahaman akan sesuatu.
Wacana ekspositori dapat berbentuk ilustrasi dengan contoh, berbentuk perbandingan, uraian kronologis, identifikasi. Identifikasi dengan orientasi pada meteri yang dijelaskan secara rinci atau bagian demi bagian.

Contoh
1.      Mau Mudah Dapat Kerja
Perinsip “ yang unggul, yang mahal” berlaku bagi dunia kerja. Pekerjaan unggul mudah mendapat kemudahan karena memiliki criteria prima. Biasanya daya kerjanya tinggi, penuh tanggung jawab, tekun, hemat waktu, produktif, dapat berkomunikasi dengan baik, tidak bertele-tele, ahli terampil, jujur, profesionalismenya, memiliki inisiatif dan kreasi tinggi, dapat bekerja dalam tim, tidak egois, dan tidak merasa paling biasa. 
2.      Menurut  Mulyana (2005 ; 49) mengatakan bahwa :
“CDMA merupakan salah satu teknologi yang digunakan dalam system telekomunikasi. Beberapa oprator  seluler sebelumnya pernah muncul, menggunakan teknologi AMPS, misalnya Metrosel Lahir pula oprator GSM seperti Telkomsel dan Indosat. Kini ada oprator  yang memanfaatkan teknologi CDMA. Ketiganya sama-sama teknilogi yang dimplementasikan  dalam penyediaan  layanan komunikasi.”

d.      Wacana Hortatori
Wacana hortatori atau wacana persuasif didasarkan pada prinsip bahwa pikiran manusia dapat dipengaruhi, bahkan dapat diubah. Oleh karena itu, pikiran manusia dipersuasi agar terpengaruh, supaya berubah. Wacana berisikan ajakan atau nasehat, dapat berupa eksperesi dan sebagai berikut., untuk memengaruhi atau meyakinkan orang lain dengan cara membujuknya (mempersuasikannya) untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, bisa sekarang atau bisa juga nanti.
Wacana hortatori berisi pendapat yang bertujuan agar orang tertarik pada pendapat itu. Untuk itu, penulis harus memiliki kredibilitas dan kemampuan untuk memikat pembaca dan harus ada bukti yang cukup untuk meyakinkan pembaca.
Kredibilitas penulis dibangun oleh keyakinannya bahwa pembaca cenderung skeptis dan tidak akan begitu saja menerima pendapatnay. Agar pembaca percaya kepada pendapatnya itu, penulis haruslah orang yang benar-benar ahli di bidangnya. Untuk itu, tunjukkanlah bukti yang dapat mendukung kredibilitas itu
Menurut  Mulyana (2005 ; 49) mengatakan bahwa :

“Wacana hortatori digunakan untuk mempengaruhi pendengar atau pembaca agar tertarik terhadap pendapat yang dikemukakan. Sifatnya persuasif. Tujuannya adalah mencari pengikut/penganut agar bersedia melakukan, atau paling tidak menyetujui, pada hal yang disampaikan dalam wacana tersebut.”

Contoh
Wacana hortatori bidang pendidikan :

“ mendidik agar anak berjiwa mandiri memang menjadi tantangan tersulit, apalagi banyak anak didik kita yang tumbuh dalam rutinitas. Mereka rutin berangkat kesekolah, rutin mendengar keterangan guru, mengerjakan setumpuk PR, berbaju seragam, dan rutin “diperiksa” membaca buku paket yang belum tentu menarik. Akibatnya, kreatifitas mereka pun menjadi rutin dan tidak optimal.”
e.       Wacana Dramatik
Menurut Menurut Mulyana (2005:50) wacana dramatik adalah bentuk wacana yang berisi percakapan antar penutur. Sedapat mungkin menghindari atau meminimalkan sifat narasi di didalamnya. Contoh teks dramatik adalah skenario film/sinetron, pentas wayang orang, ketoprak, sandiwara, dan sejenisnya.
Contoh wacana dramatik:
Ibu : Anakku, kamu sudah dewasa. Apalagi sekarang ini ibu sudah tua.
Anak : Maksud ibu?
Ibu : Ibu ingin segera punya cucu. Ibu ingin sekali menjadi nenek. Kamu harus segera mencari istri.
Anak : Saya kan belum punya pekerjaan tetap, Bu! Bagaimana nanti saya menghidupi istri dan anak-anak saya.
Ibu : Tidak usah khawatir. Ibu ada tabungan yang cukup buat kamu buka usaha. Tapi kamu harus pandai cari tambahan modal. Terima ini.
Anak : Terimakasih, Bu.
Wacana dramatik menyangkut beberapa orang penutur (persona) dan sedikit bagian naratif. Pentas drama merupakan wacana dramatik. Drama dahulu dikenal dengan sebutan ‘sandiwara’, tetapi sekarang lebih dikenal dengan nama drama.
f.       Wacana Epistoleri
Menurut Mulyana (2005:50) wacana epistoleri biasa dipergunakan dalam surat-menyurat. Pada umumnya memiliki bentuk dan sistem tertentu yang sudah menjadi kebiasaan atau aturan. Secara keseluruhan, bagian wacana ini diawali oleh alinea pembuka, dilanjutkan bagian isi, dan diakhiri alinea penutup.
Wacana epistolari digunakan di dalam hal surat-surat, dengan sistem dan bentuk tertentu. Wacana ini dimulai dengan alinea pembuka, isi, dan alinea penutup.
g.      Wacana Serimonial
Wacana serimonial digunakan dalam upacara (seremoni). Karena berkaitan dengan konteks dan suasana seremoni, wacana ini hanya digunakan pada waktu upacara, misalnya pada waktu upacara adat. Wacana ini pada umumnya berkaitan dengan konteks social budaya yang melatarbelakanginya.
Biasanya wacana ini terdiri atas paragraf pembuka, paragraf isi, dan di akhiri dengan bagian penutup. Contoh wacana seremonial ialah pidato pada upacara hari-hari besar, upacara adat atau, upacara pernikahan.
Menurut  Mulyana (2005 ; 48) mengatakan bahwa :

“wacana seremonial adalah bentuk wacana yang digunakan dalam kesempatan semonial (upacara). Karena erat kaitannya dengan konteks situasi dan kondisi yang terjadi dalam seremoni, maka wacana ini tidak digunakan di sembarang waktu. Inilah bentuk wacana yang dinilai khas dan khusus dalam Bahasa Jawa. Wacana ini umumnya tercipta kerena tersedianya konteks sosio-kultural yang melatarbelakanginya. Secara keseluruhan, teks wacana seremonial terdiri dari alinea pembuka, dilanjutkan isi, dan diakhiri alinea penutup. Contoh wacana ini adalah pidato dalam upacara peringatan hari-hari besar, upacara pernikahan (Jawa: tanggap wacana manten).”

Contoh

“Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekian yang saya hormati, saya mengucapkan selamat datang dan terimakasih kepada Anda sekalian  atas kehadiran Anda untuk datang memenuhi undangan kami. Pada kesempatan ini saya dan keluarga ingin berbagi sukacita karena pada hari ini kami menikahkan anak kami Riko dan Rini Acara akad nikah sudah dilangsungkan tadi pagi di hadapan anggota keluarga kedua menpelai. Untuk itu, kami mohon doa restu Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian untuk kebahagian kedua anak kami semoga pernikahan mereka langgeng samapai akhir hayat dan diberi Yang Maha Kuasa anak-anak yang saleh. Amin.
Akhirnya, kami berharap Anda smua merasa nyaman di dalam acara ini. Jika di dalam menerima Anda semua terdapat kekeliruan atau ada yang kurang berkenan, kami mohon maaf yang seluas-luasnya. Terima kasih.”


2.      Berdasarkan Media Penyampaian
a.      Wacana Tulis
Sebagaimana yangdikatakan Tarigan (1987:52) wacana tulis atau written discourse adalah : “wacana yang disampaikan secara tertulis, melalui media tulis.”
Menurut Mulyana (2005:51-52) wacana tulis (written discourse) adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Berbagai bentuk wacana sebenarnya dapat dipresentasikan atau direalisasikan melalui tulisan. Sampai saat ini, tulisan masih merupakan media yang sangat efektif dan efisian untuk menyampaikan berbagai gagasan, wawasan, ilmu pengetahuan, atau apapun yang dapat mewakili kreativitas manusia.
Wacana tulis sering dipertukarkan maknanya dengan teks atau naskah. Namun, untuk kepentingan bidang kajian wacana yang tampaknya terus berusaha menjadi disiplin ilmu yang mandiri. Kedua istilah tersebut kurang mendapat tempat dalam kajian wacana. Apalagi istilah teks atau naskah tampaknya hanya berorientasi pada huruf (graf) sedangkan gambar tidak termasuk didalamnya. Padahal gambar atau lukisan dapat dimasukkan pula kedalam jenis wacana tulis (gambar). Sebagaiman dikatakan Hari Mukti Kridalaksana dalam Mulyana (2005:52), wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap, yang dalam hirarki kebahasaan merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk kata, kalimat, paragraf atau karangan yang utuh (buku, novel, ensiklopedia, dan lain-lain) yang membawa amanat yang lengkap dan cukup jelas berorientasi pada jenis wacana tulis.
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994: 7-8) wacana dengan media komunikasi tulis dapat berwujud antara lain:
a.       Sebuah teks/ bahan tertulis yang dibentuk oleh lebih dari satu alinea yang mengungkapkan sesuatu secara beruntun dan utuh, misalnya sepucuk surat, sekelumit cerita, sepenggal uraian ilmiah.
b.      Sebuah alinea, merupakan wacana, apabila teks hanya terdiri atas sebuah alinea, dapat dianggap sebagai satu kesatuan misi korelasi dan situasi yang utuh.
c.       Sebuah wacana (khusus bahasa Indonesia) mungkin dapat dibentuk oleh sebuah kalimat majemuk dengan subordinasi dan koordinasi atau sistem elipsis.
Perhatikanlah makna yang terdapat dalam pernyataan berikut:
“Ade mencintai bapaknya, saya juga.”
Ketidakhadiran verba pada klausa kedua (‘saya juga’) dan juga ketidakhadiran objek yang diramalkan klausa kedua adalah:
d.      ..........................., saya juga mencintai bapak saya
Atau
e.       ..........................., saya juga mencintai bapak Ade

Contoh Wacana tulis yaitu dengan melihat hubungan antara penulis dengan pembaca melalui penulisan-penulisan yang disampaikan sama ada melalui akhbar, novel, rencana, sajak, teks ilmiah dan bukan ilmiah dan sebagainya. Pembaca seharusnya mampu mendemonstrasikan penguasaan terhadap isi tekstual dengan beralih semula kepada teks yang berkenaan.
b.      Wacana Lisan
Menurut Henry Guntur Tarigan (1987:55) wacana lisan atau spoken discourse adalah wacana yang disampaikan secara lisan, melalui media lisan. Menurut Mulyana (2005:52) wacana lisan (spoken discourse) adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung dalam bahasa verbal. Jenis wacana ini sering disebut sebagai tuturan (speech) atau ujaran (utterance). Adanya kenyataan bahwa pada dasrnya bahasa kali pertama lahir melalui mulut atau lisan. Oleh karena itu, wacana yang paling utama, primer, dan sebenarnya adalah wacana lisan. Kajian yang sungguh-sungguh terhadap wacana pun seharusnya menjadikan wacana lisan sebagai sasaran penelitian yang paling utama. Tentunya, dalam posisi ini wacana tulis dianggap sebagai bentuk turunan (duplikasi) semata.
Wacana lisan memiliki kelebihan dibanding wacana tulis. Beberapa kelebihan wacana lisan di antaranya ialah:
1.      Bersifat alami (natural) dan langsung.
2.      Mengandung unsur-unsur prosodi bahasa (lagu, intonasi).
3.      Memiliki sifat suprasentensial (di atas struktur kalimat).
4.      Berlatar belakang konteks situasional.
Menurut Henry Guntur Tarigan (1987:122) wacana lisan diciptakan atau dihasilkan dalam waktu dan situasi yang nyata. Oleh sebab itu, dalam semua bentuk wacana lisan terdapat kaidah-kaidah atau aturan-aturan mengenai siapa yang berbicara (kepada siapa) apabila (waktunya). Dengan perkataan lain, dalam wacana lisan, kita harus mengetahui dengan pasti:
1.      Siapa yang berbicara
2.      Kepada siapa
3.      Apabila; pada saat yang nyata
Sebagai pegangan dalam pembicaraan selanjutnya dalam buku kecil ini, maka yang dimaksud dengan wacana lisan adalah satuan bahasa yang terlengkap dan terbesar di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan.
Disamping terdapat banyak persamaan, terdapat juga sejumlah perbedaan antara wacana tulis dan wacana lisan. Perbedaan itu dapat pula kita anggap sebagai ciri masing-masing. Dalam uraian berikut ini akan kita bicarakan beberapa hal yang merupakan ciri atau unsur khas wacana lisan, antara lain:
1.      Aneka tindak
2.      Aneka gerak
3.      Aneka pertukaran
4.      Aneka transaksi
5.      Peranan kinesik
Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:7) sebagai media komunikasi, wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran (tuturan) lisan dan tulis. Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya berupa:
a.       Sebuah percakapan atau dialog yang lengkap dari awal sampai akhir, misalnya obrolan di warung kopi.
b.      Satu penggalan ikatan percakapan (rangkaian percakapan yang lengkap, biasanya memuat: gambaran situasi, maksud, rangkaian penggunaan bahasa) yang berupa:
Ica : .........................
Ania : “Apakah kau punya korek?”
Rudi : “Tertinggal di ruang makan tadi pagi.”
Penggalan wacana ini berupa bagian dari percakapan dan merupakan situasi yang komunikatif.
Contoh :

wacana lisan ialah berita radio, dialog, ucapan-ucapan, khutbah dan perbualan seharian yang tidak rasmi. Pendengar harus mentafsirkan secara kritis maksud yang hendak disampaikan oleh si penutur.
3.      Berdasarkan Jumlah Penutur
Wacana berdasarkan jumlah patisipan (penuturnya), menurut Oka dan Suparno (1994:271) dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu (1) wacana monolog, (2) wacana dialog, dan (3) wacana polilog. Wacana monolog adalah wacana yang dituturkan oleh seorang partisipan tanpa diikuti oleh partisipan lainnya. Misalnya, kotbah dan ceramah. Wacana yang dituturkan oleh dua orang dalam suatu komunikasi verbal disebut wacana dialog. Apabila suatu komunikasi verbal partisipan (penuturnya) lebih dari dua orang, maka komunikasi itu akan menghasilkan wacana polilog.
a.      Wacana Monolog
Wacana monolog (monologue discourse) adalah wacana yang disampaikan seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara langsung. Sifatnya searah, contoh : orasi ilmiah, penyampaian visi dan misi, khotbah,dan lain-lain.
b.      Wacana Dialog
Wacana dialog ialah wacana atau percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung. Sifatnya dua arah, contoh : diskusi, seminar, musyawarah, dan kampanye dialogis.
4.      Berdasarkan Sifat
a.      Wacana Fiksi
Bentuk dan isi wacana fiksi berorientasi pada imajinasi. Biasanyan, tampilan bahasanya mengandung keindahan (estetika). Mungkin sekali wacana fiksi bersifat atau kenyataan, tetapi gaya penyampaiannya indah. Walaupun begitu, karya semacam itu tetap tergolong karya fiktif karena proses penciptannya dan sifatnya memang fiktif. Bahasanya konotatif, analogis, dan multiinterpretatif karena pada umumnya berdasarkan asas kebahasaan berpuisi (licentia puitica) dan kebebasan bergremetika (licitia gremetica) wacana fiksi dapat di bagi menjadi wacana prosa, wacana puisi, dan wacana drama.
1.      Wacana Prosa
Wacana prosa adalah wacana yang disampaikan atau ditulis dalam bentuk prosa. Wacana prosa dapat berbentuk tulis atau lisan (Tarigan, 1987 : 57). Novel, cerita pendek, artikel, makalah, buku, laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi, dan beberapa bentuk kertas kerja dapat digolongkan sebagai wacana prosa.

2.      Wacana Puisi
Wacana puisi dituturkan dalam bentuk puisi, bisa berbentuk tulis atau lisan. Bahasa dan isinya berorentasi pada keindahan. Puisi, lagu, tembang dan belada merupakan contoh wacana puisi. Perhatikan keindahan pada sebuah lagu karya Angun C. Sasmi berikut.
Yang Kutunggu, masih kucari
Bahasa dari sebaris lagu itu terasa indah dan maknanya pun ternyata amat dalam. Tampaknya “ sesuatu yang di tunggu itu masih amat jauh sebab sesuatu itu ternyata masih di cari.
3.      Wacana Drama
Wacana drama disampaikan dalam bentuk drama. Biasanya, drama berbentuk percakapan atau dialog. Oleh karena itu, dalam wacana harus ada pembicara dan yang di ajak bicara.
b.      Wacana Nonfiksi
Wacana nonfiksi adalah suatu wacana dari hasil olah pikir manusia yang melibatkan data dan informasi nyata dan kadang menggunakan kaidah-kaiadah penulisan yang baku.Contoh wacana nonfiksi yaitu opini, essay, artikel dan laporan penelitian.
5.      Berdasarkan Isi
Menurut Mulyana (2005:57-63) klasifikasi wacana berdasarkan isi, relatif mudah dikenali. Hal ini disebabkan antara lain, oleh tersedianya ruang dalam berbagai media yang secara khusus langsung mengelompokkan jenis-jenis wacana atas dasar isinya. Isi wacana sebenarnya lebih bermakna sebagai ‘nuansa’ atau muatan tentang hal yang ditulis, disebutkan, diberitakan, atau diperbincangkan oleh pemakai bahasa (wacana).
Berdasarkan isinya, wacana dapat dipilah menjadi: wacana politik, wacana sosial, wacana ekonomi, wacana budaya, wacana militer, wacana hukum, dan wacana kriminalitas. Wacana yang berkembang dan digunakan secara khusus dan terbatas pada ‘dunia’-nya itu, dapat juga disebut sebagai register, yaitu pemakaian bahasa dalam suatu lingkungan dan kelompok tertentu dengan nuansa makna tertentu pula.
a.      Wacana politik
Banyak orang memandang politik sebagai suatu bidang yang penuh siasat, strategi, trik, dan teknik, dan taktik. Bahkan, ada yang menganggapnya bidang yang penuh kelicikan. Bagaimanapun juga bidang politik melahirkan istilah dan jorgan politik yang maknanya yang lebih dipahami oleh orang-orang di lingkungan itu sendiri.
Menurut  Mulyana (2005 ; 57) mengatakan bahwa :
“sebagian orang memandang dunia politik sebagai dunia sesat, penuh strategi, dan mungkin kelicikan. Lingkungan politik yang demikian itu pada gilirannya melahirkan istilah-istilah tertentu yang maknanya sangat terbatas.”

Contoh

Pemilu 2009 diikuti oleh lebih dari 30 partai besar dan kecil, mungkin di antaranya ada yang merupakan partai sempalan, yang munculnya, antara lain karena adanya konplik kepentingan di dalam tubuh partai.

b.      Wacana sosial
Menurut  Mulyana (2005 ;58) mengatakan bahwa :

“Wacana sosial berkaitan dengan kehidupan sosial dan kehidupan sehari-hari masyarakat. Memang sulit untuk mengatakan : apa persoalan yang bukan merupakan persoalan sehari-hari. Masalah makan, pangan, rumah, tanah, pernikahan, kematian, dan sebagainya merupakan sejumlah kecil masalah sosial tersebut”.

Contoh
1.      “ Persoalan tanah menjadi salah satu persoalan hidup yang utama, serius, dan sensitif karena persoalan tanah mudah menimbulkan konflik sosial dan bisa melibatkan lembaga atau institusi. Secara hukum formal, setatus tanah sebagai atas hak pakai (HP), hak guna bangunan (HGB) dan hak milik (HM). Bahkan, akhir-akhir ini ada yang menurut adanya setatus tanah, sebagai hak menetap, tanah rakyat, tahan warisan Tuhan, dan tanah untuk hak tinggal seumur hidup.”
c.       Wacana ekonomi
Wacana ekonomi sangat berkaitan dengan bidang ekonomi. Pada wacana ekonomi, terdapat beberapa regester dan setiap regester memiliki kekhasan sendiri. Banyak kata dan istilahnya yang hanya dikenal di dunia bisnis dan ekonomi. Persaingan pasar, biaya produksi, biaya tinggi, konsumen, inflasi, devaluasi, indeks harga saham gabungan, dan uang kartal adalah contoh kata atau istilah dalam bidang ekonomi.
Menurut  Mulyana (2005 ;58) mengatakan bahwa :

“Wacana ekonomi berkaitan dengan persoalan ekonomi. Dalam wacana ekonomi, ada beberapa register yang hanya dikenal di dunia bisnis dan ekonomi. Ungkapan-ungkapan seperti persaingan pasar, biaya produksi tinggi, langkanya sembako, konsumen dirugikan, inflasi, devaluasi, harga saham gabungan, nata unag dan sejenisnya merupakan contoh-contoh regester ekonomi.  

Contoh

“ Upaya Pemerintah untuk melakukan kembali kemabil surat utang negara (buy back SUN) lebih dari Rp 1 triliun pada setiap jatuh tempo SUN bertujuan untuk mengurangi beban pembayaran pokok utang pada tahun-tahun yang memiliki jatuh tempo besar. Upaya itu… .”
d.      Wacana Budaya
Wacana budaya berkaitan dengan kreativitas kebudayaan. Wilayah wacana budaya lebih berkaitan dengan wilayah ‘ kebiasaan atau tradisi, adat, sikap hidup dan hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari’  wilayah itu kemudian menghasilkan bentuk-bentuk kebahasaan, yang isinya kemudian disebut wacana budaya.
Menurut  Mulyana (2005 ; 59) mengatakan bahwa :

“Wacana budaya berkaitan dengan aktivitas kebudayaan. Meskipun sampai saat ini makna ‘kebudayaan’ masih terus diperdebatkan, namun pada wilayah kewicanaan ini, kebudayaan lebih dimaknai sebagai wilayah ‘kebiasaan atau tradisi, adat, sikap hidup, dan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia sehari-hari’. Wilayah tersebut kemudian menghasilkan bentuk-bentuk kebahasaan sabagai representasi aktivitasnya yang kemudian disebut wacana budaya.”

Contoh :

Wacana di bawah ini meliputi norma khusus budaya Jepang.
jika sesuatu yang buruk terjadi pada seseorang karena saya
saya akan mengatakan sesuatu seperti ini pada orang ini :
saya merasakan sesuatu yang buruk karena ini
Contoh  ini menggambarkan kecenderungan yang terkenal  dalam bahasa  Jepang untuk  apologise 'minta maaf' dalam  ranah  situasi yang luas, tetapi  apologise tidak diandalkan sebagai verba tindak ujar  dalam bahasa  Inggris. Jika digunakan, akan menjadi  etnosentris  dan menyesatkan.  Konsep ikatan budaya seperti  apology kurang tepat sebagai alat deskriptif dan analitis dalam lintas budaya. Istilah bahasa  Inggris  juga menyesatkan dalam komponen  makna,  seperti ‘Saya  melakukan  sesuatu  yang buruk pada  Anda’.  Yang  disebut dengan
apology  bahasa Jepang tidak mensyaratkan komponen  itu.  Orang diharapkan  melakukan hal itu jika tindakannya menyebabkan orang lain menderita atau merasa tidak enak meskipun tindakannya  dilakukan  secara tak langsung. Oleh karenanya, wacana di atas  lebih akurat bila diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang.


e.       Wacana Militer
Hingga saat ini wacana militer hanya dipakai dan berkembang di bidang militer. Nama instansi militer, nama dukumen, bahkan birokrasi kepangkatan ataupun komunikasi di bidang militer sering mengunakan istilah yang hanya dikenal  di kalangan militer. Istilah ataupun mana itu pada umumnya berbentuk singkatan dan akronim, baik silabis maupun alfabetis.
 Contohnya ;
Koramil (komando rayon militer)
Dephankam (depertemen pertahanan dan keamanan)
letjen (letnan jenderal)
opsmil (oprasi militer)
wamil (wajib militer)
pamen (perwira menengah)
prada (prajurid dua)
yonziepur (batalyon zeni tempur)
kata, nama, ataupun istilah itu umumnya hanya dikenal dan di gunakan di bidang militer. Munculnya singkatan atau akronim baru di dunia militer biasanya berkait langsung dengan munculnya kebijakan atau keputusan baru.
Wacana jenis ini hanya dipakai, dikembangkan di dunia militer. Instasi militer dikenal sangat suka menciptakan istilah-istilah khusus yang hanya dikenal oleh kalangan militer. Contoh istilah dalam wicana militer seperti operasi militer, desersi, intelijen, apel pagi, sumpah prajurit, veteran, dan lain-lain.
f.       Wacana Hukum dan Kriminalitas
Persoalan hukum dan kriminalitas, sekalipun bisa dipisahkan, namun keduanya bagaikan dua sisi dari mata uang: berbeda tetapi menjadi satu kesatuan. Kriminalitas menyangkut hukum, dan hukum mengelilingi kriminalitas. Contoh istilah yang digunakan dalam wacana hukum dan kriminalitas seperti tersangka, tim pembela, kasasi, vonis, hakim.
g.      Wacana olahraga dan Kesehatan
Bidang olahraga dan kesehatan bisa debedakan meskipun kedudukannya berkaitan dan mungkin memiliki timbal balik. Tentu saja pilihan kata dan istilah khusus dapat ditafsirkan dengan benar jika diketahui konteks pemakaiannya.
Wacana olahraga dan kesehatan berkaitan dengan masalah olahraga dan kesehatan. Masalah yang berkaitan dengan kesehatan misalnya, muncul kalimat ”Sempat joging 10 menit, didiagnosis jantung ringan”. Istilah joging adalah aktivitas olahraga ringan yang berkaitan dengan kesehatan. Oleh karena itu, munculnya istilah ’jantung ringan’ pada bagian berikutnya sama sekali bukan berarti berat jantung yang ringan (tidak berat), tetapi jenis sakit jantung pada stadium awal (masih belum mengkhawatirkan).
6.      Berdasarkan Gaya dan Tujuan

a.      Wacana Iklan
Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI), disebutkan iklan adalah  berita pesanan (untuk mendorong, membujuk) tentang barang atau jasa yang di tawarkan (1989 :322).umumnya iklan di pasang di media masa, baik cetak maupun elektronik. Pada iklan, bahasanya distrategikan agar  berdaya persuasi, yaitu mempengaruhi masyarakat agar tertarik dan membeli.
Bahasa iklan memiliki ciri dan karakter tertentu. Dalam iklan  penggunaan bahasa menjadi salah satu aspek penting bagi keberhasilan iklan. Daya persuasi bahasa iklan dapat dirasakan pada pemilihan kata cantik, alami bukan polesan, kulit bersih, lembut dan kencang.
Contoh :
Wacana iklan lowongan kerja
Perusahaan PMDN Pst dlm rangka exspansi ke Jateng&DIY membthkan segera kary/ ti utk Pss “staff Prsh”. Syrt: P/W usia max 36 th, lls SMU/K- S1 utk sgl disiplin ilmu, punya penglmn krj/blm, loyal&dedikasi tgg, kelakuan&kepribadian baik. Bersedia ditempatkn di Ktr SMG, PWT&Yogya. Krm lmrn lkp anda ke Bag SDM Bu Ning, PO BOX 215/ PWT 53100 (lmr max 1 mgg) pemanggilan tes wawancara mllui SMS/surat.
Iklan lowongan kerja tersebut terdiri satu paragraf yang berisi lima kalimat. Kalimat tersebut secara rinci akan diuraikan sebagai berikut.
1)        perusahaan PMDN pusat dalam rangka exspansi ke Jateng dan DIY membutuhkan segera karyawan/karyawati untuk posisi “staff perusahaan”.
2)        Syarat: Pria/wanita maximal 36 tahun, lulus SMU/ K- S1 untuk segala disiplin ilmu, punya pengalaman kerja/belum, loyal&dedikasi tinggi, kelakuan&kepribadian baik, bersedia ditempatkan di kantor Semarang, Purwakarta, dan Yogyakarta.
3)        Kirimkan lamaran lengkap Anda ke Bagian SDM Bu Ning, PO BOX 215/PWT/53100 (lamaran maximal 1 minggu)
4)   Pemanggilan tes wawancara melalui sms/ surat.
Iklan jenis kedua ini sudah mengandung kohesi dan koherensi. Kohesi ditunjukan dengan adanya konjungsi dan pengacuan. Pada kalimat (2) terdapat konjungsi dan yang menunjukkan hubungan menggabungkan. Dalam kalimat (3) terdapat pengacuan (referensi) yaitu adanya kata Anda sebagai kata ganti orang kedua tunggal. Kalimat (4) juga mengandung konjungsi atau yang dilambangkan dengan garis miring yang menunjukan konjungsi hubungan pemilihan.
Dalam hal koherensi, iklan ini sudah berkoherensi cukup baik. Karena bentuk wacana iklan termasuk ke dalam wacana prosedural, maka jarang sekali ditemui adanya konjungsi antarkalimat. Dalam hal ini kalimat berdiri sendiri-sendiri, namun membentuk kesatuan yang padu. Masing-masing kalimat saling bertautan. Kalimat (1) dibuka dengan menyebutkan nama perusahaan yang membutuhkan pegawai. Kalimat (2) menunjukkan syarat-syaratnya dan diikuti dengan kalimat (3) yang berisi petunjuk untuk mengirimkan lamaran lengkap dan kalimat (4) berisi pemberitahuan tentang wawancara yang akan dilakukan melalui SMS atau surat.
Dari iklan tersebut dapat ditangkap maksud pembuat iklan bahwa perusahaan PMSDN pusat sedang mencari pegawai untuk duduk pada posisi staff perusahaan. Syarat-syarat yang diajukan antara lain, pria/ wanita dengan umur maksimal 36 tahun, lulus SMU/ SMK serta jenjang S1 dengan segala macam disiplin ilmu yang pernah diambil. Perusahaan akan menerima pegawai yang memenuhi kualifikasi meskipun ia sudah atau belum berpengalaman kerja dan mempunyai dedikasi dan loyalitas terhadap kerja yang tinggi serta mempunyai kelakuan dan kepribadian yang baik. Pegawai harus bersedia ditempatkan di berbagai tempat yang ditentukan perusahaan. Iklan tersebut dapat dialamatkan kepada Bu Ning yang menangani bagian SDM ke alamat yang telah dicantumkan dalam iklan. Lamaran tersebut diberi jangka waktu satu minggu, jika melewati jangka waktu tersebut, maka lamaran akan ditolak. Ketentuan terakhir yaitu bahwa akan dilakukan test wawancara pada para pelamar yang memenuhi persyaratan, sementara pemberitahuan tentang wawancara itu akan dilakukan melalui SMS atau surat.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Wacana banyak sekali ragam atau jenisnya. Pengelompokkannya antara lain berdasarkan tujuan, berdasarkan cara pemaparan, berdasarkan pelibat dan berdasarkan media. Berdasarkan tujuan wacana dapat dibagi menjadi wacana ekspresif, wacana referensial, wacana susastra dan wacana persuasive. Berdasarkan cara pemaparan wacana ini terdiri atas narasi, eksposisi, deskripsi, hortatory, dan procedural. Berdasarkan pelibat wacana dapat dibgai menjadi wacana dialog dan monolog, berdasarkan media ada wacana lisan dan tulisan.
Selain itu, wacana merupakan disiplin ilmu yang sudah banyak dibahas dan sedang berkembang pada masa ini. Wacana juga berkaitan erat dengan disiplin ilmu lain. Setelah dikaji lebih dalam mengenai jenis-jenis wacana ini dapat dilihat bahwa ilmu ini tidak hanya sebatas paragraf atau yang lebih besar. Bahkan wacana ini bisa berbentuk satu ujaran saja, hal ini terjadi karena wacana adalah satuan bahasa yang terikat konteks.

B.     Saran
Berdasarkan hasil dari makalah di atas dan simpulan, dapat diberikan saran-saran sebagai berikut: 
1.         Masyarakat yang mempelajari wacana harus benar-benar dalam mengkaji tentang wacana, sehingga terbuka segala ihwal yang berhubungan hal tersebut.
2.         Setelah mempelajari wacana tersebut, diharapkan adanya aplikasi ataupun penelitian tentang wacana sehingga semakin tergambar jelas tentang wacana secara keseluruhan.
3.         Pihak pemerintahan atau lembaga pendidikan hendaknya banyak menerbitkan atau mengeluarkan buku yang membahas tentang wacana, mengingat buku atau bahan tentang wacana masih sedikit dan sulit didapatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik. 2006. Analisis Wacana. Malang: Bayumedia Publishing.
Henry Guntur Tarigan. 1987. Pengajaran wacana. Bandung: Angkasa.
Mulyana. 2005. Kajian wacana. Yogyakarta: Tiara wacana.
T. Fatimah Djajasudarma. 1994. Wacana (Pemahaman dan hubungan antar unsur). Bandung: PT. UNESCO.