SI UNYIL
ESA HILANG DUA TERBILANG
Jumat, 15 Mei 2015
Rabu, 04 Juni 2014
Rabu, 10 Juli 2013
Kamis, 14 Februari 2013
Selasa, 15 Januari 2013
KLASIFIKASI WACANA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pengelompokan
wacana berdasarkan isi atau substansinya relatif mudah karena antara lain adanya ruang (space) pada sejumlah media,
seperti media masa cetak, yang secara khusus telah mengelompokkan wacana atas
dasar substansi atau muatan isi yang dibahas, dikatakan, diberitakan, atau
diperbincangkan, oleh pemakai bahasa.
Berdasarkan
kenyataan, kehidupan manusia sering teramat kompleks sehingga seringkali
persoalan yang satu dengan persoalan yang lain berkaitan amat dekat. Akibatnya,
berbagai persoalan itu amat sulit untuk dipisahkan sehingga hukum dan kriminal
atau wacana sosial dan politik, misalnya, hampir sulit dipisahkan. Akan tetapi,
wacana hukum dan wacana budaya atau wacana militer dan wacana kesehatan dapat dipisahkan
dengan mudah. Sebenarnya, isi atau substansi wacana harus dapat
dipisah-pisahkan dan dideskripsikan secara relatif.
Berdasarkan
ranah serta substansi yang dikemukakannya, wacana dapat dibagi menjadi wacana politik, wacana sosial, wacana
budaya, wacana ekonomi, wacana militer, wacana hukum, dan wacana kriminalitas. Wacana yng berkembang dan digunakan secara
khusus dan hanya terbatas pada bidangnya saja disebut register, jadi register
adalah wacana yang hanya digunakan di lingkungan dan kelompok dengan nuansa
tersebut.
A.
Tujuan
dan Kegunaan Makalah
1. Tujuan Makalah
a. Agar
Mahasiswa mengetahui
tentang wacana yang banyak
sekali ragam atau jenisnya.
b. Agar
mahasiswa mampu mengetahui tentang wacana yang merupakan disiplin ilmu yang sudah banyak dibahas dan sedang berkembang
pada masa ini.
2. Kegunaan Makalah
a. Sebagai
syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS) pada mata kuliah Wacana
Bahasa Indonesia.
b. Hasil
makalah ini diharapkan dapat dijadikan media untuk menambah dan memperluas
khasanah keilmuan, khususnya bagi pengembangan keguruan ilmu pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Klasifikasi
Wacana
1. Berdasarkan Bentuk
Menurut Henry Guntur Tarigan (1987:57-59), wacana berdasarkan bentuknya dapat dibagi atas: Wacana Naratif, Wacana Prosedural, Wacana Ekspositori, Wacana Hartatori, Wacana Dramatik, Wacana Efistoleri, dan Wacana Serimonial.
Sedangkan menurut Robert E. Longacre wavana berdasarkan bentuk terbagi 6 (enam) yaitu : wacana naratif, wacana prosedural, wacana ekspositori, wacana hortatori, wacana epistoleri, wacana dramatik.
a.
Wacana
Naratif
Wacana naratif
adalah wacana yang mengambarkan dan menceritakan sesuatu dengan
sejelas-jelasnya kepada pembaca tentang urutan peristiwa yang terjadi pada
suatu waktu. Unsur terpenting di dalam wacana naratif ialah tindakan atau laku
perbuatan. Unsur itulah yang dipaparkan dengan seterang-terangannya, sehingga
ketika membacanya, pembaca seakan-akan melihat, bahkan serasa mengalami sendiri
apa dipaparkan itu. Biasanya, uraian
kejadiannya ringkas dan jelas. Bagian yang di anggap penting sering diberi
tekanan atau diulang.
Menurut
Mulyana (2005 ;48) mengatakan bahwa :
“Wacana naratif adalah bentuk wacana
yang banyak dipergunakan untuk menceritakan suatu kisah. Uraiannya cenderung
ringkas. Bagian-bagian yang dianggap penting sering diberi tekanan atau
diulang. Bentuk wacana naratif umumnya dimulai dengan alinea pembuka, isi, dan
diakhiri oleh alinea penutup”.
Contoh
1. Ia
bernafas dalam-dalam, lalu mengejan
sekuat-kuatnya seperti ingin melepaskan sesuatu yang amat berat. Wajahnya pucat
dan keringatnya bercucuran. Ia berhenti sejenak, lalu mengejan lagi. Tak lama
kemudian, kudengar suara sesuatu seperti hamper putus dan …lahirlah anak ku.
Kulihat istriku terkulai lemas, wajahnya pucat pusi, dan lelah tiada tara.
Dan,…terdengar tangis kecil menyambut pagi.
2. Menurut Mulyana (2005 ; 48) mengatakan bahwa :
Masyarakat Indonesia sebagai pemakai
bahasa Indonesia dianjurkan untuk
menggunakan bahasa Indonesia secara baik
dan benar. Baik artinya sesuai dengan konteksnya. Orang harus selalu berpikir,
bagaimana sebaiknya menggunakan bahasa secara tepat sesuai dengan situasi dan
kondisinya. Selain tepat, juga harus benar. Artinya, bahasa yang kita ucapkan
sebaiknya disampaikan atau ditulis dengan pola dan aturan yang benar sesuai
dengan grametika bahasa.
b.
Wacana
Prosedural
Wacana procedural menunjukkan
prosedur atau menceritakan cara mengerjakan atau cara menghasilkan sesuatu.
Umumnya kalimat wacana prosedural berisi syarat atau aturan yang harus dipenuhi
agar sesuatu itu berhasil baik. Wacana procedural bias berbicara tentang prosedur atau cara merawat, cara membuat,
cara menyimpan, cara menjaga atau cara menemukan sesuatu misalnya tentang resep makanan, cara mengolah
tanah, atau memelihara kecantikan.
Menurut
Mulyana (2005 ; 48) mengatakan bahwa :
“Wacana
prosedural digunakan untuk memberikan petunjuk atau keterangan bagaimana
sesuatu harus dilaksanakan. Oleh karena itu, kalimat-kalimatnya berisi
persyaratan atau aturan tertentu agar tujuan kegiatan tertentu itu berhasil
dengan baik.”
Contoh
Cara membuat nasi uduk
Bahan :
beras 500 gr, santan kental 100 ml, ayam panggang,
telur, mentimun dan kerupuk.
Bumbu :
Garam, lengkuas 3 cm, serai dua batang, daun salam
tomat, dan cabe merah besar.
Cara membautnya :
Cuci beras sampai bersih, lalu tiriskan. Masakan
santan, tambahkan bumbu-bumbu, lalu masakan hingga mendidih. Kukus beras hingga
setengah matang. Angkat dan masukkan kedalam santan yang mendidh itu. Ratakan,
lalu kukus kembali hingga matang. Haluskan cabei dan tomat, buatlah sambel
goreng. Jangan lupa buatlah telur dadar.
Menyajikannya :
Sajikan nasi uduk dengan sambel goring, kerupuk, suiran
ayam panggang, irisan tipis telur dadar, dan irisan mentimun.
c.
Wacana
Ekspositori
Wacana ekspositori bersifat menjelaskan sesuatu
secara informatif. Bahasa yang digunakan cenderung denotatif dan rasional
Menurut T.
Fatimah Djajasudarma (1994:10-11) wacana ekpositori bersifat menjelaskan
sesuatu. Biasanya berisi pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan. Pada
umumnya, ceramah, pidato, atau artikel pada majalah dan surat kabar termasuk
wacana ekspositori. Wacana ini dapat berupa rangkaian tuturan yang menjelaskan
atau memeparkan sesuatu. Isi wacana lebih menjelaskan dengan cara menguraikan
bagian-bagian pokok pikiran. Tujuan yang ingin dicapai melalui wacana
ekspositori adalah tercapainya tingkat pemahaman akan sesuatu.
Wacana
ekspositori dapat berbentuk ilustrasi dengan contoh, berbentuk perbandingan,
uraian kronologis, identifikasi. Identifikasi dengan orientasi pada meteri yang
dijelaskan secara rinci atau bagian demi bagian.
Contoh
1. Mau Mudah Dapat Kerja
Perinsip “
yang unggul, yang mahal” berlaku bagi dunia kerja. Pekerjaan unggul mudah
mendapat kemudahan karena memiliki criteria prima. Biasanya daya kerjanya
tinggi, penuh tanggung jawab, tekun, hemat waktu, produktif, dapat
berkomunikasi dengan baik, tidak bertele-tele, ahli terampil, jujur,
profesionalismenya, memiliki inisiatif dan kreasi tinggi, dapat bekerja dalam
tim, tidak egois, dan tidak merasa paling biasa.
2. Menurut Mulyana (2005 ; 49) mengatakan bahwa :
“CDMA merupakan salah satu teknologi
yang digunakan dalam system telekomunikasi. Beberapa oprator seluler sebelumnya pernah muncul, menggunakan
teknologi AMPS, misalnya Metrosel Lahir pula oprator GSM seperti Telkomsel dan
Indosat. Kini ada oprator yang
memanfaatkan teknologi CDMA. Ketiganya sama-sama teknilogi yang
dimplementasikan dalam penyediaan layanan komunikasi.”
d.
Wacana
Hortatori
Wacana hortatori
atau wacana persuasif didasarkan pada prinsip bahwa pikiran manusia dapat
dipengaruhi, bahkan dapat diubah. Oleh karena itu, pikiran manusia dipersuasi
agar terpengaruh, supaya berubah. Wacana berisikan ajakan atau nasehat, dapat
berupa eksperesi dan sebagai berikut., untuk memengaruhi atau meyakinkan orang
lain dengan cara membujuknya (mempersuasikannya) untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu, bisa sekarang atau bisa juga nanti.
Wacana hortatori
berisi pendapat yang bertujuan agar orang tertarik pada pendapat itu. Untuk
itu, penulis harus memiliki kredibilitas
dan kemampuan untuk memikat pembaca dan harus ada bukti yang cukup untuk
meyakinkan pembaca.
Kredibilitas
penulis dibangun oleh keyakinannya bahwa pembaca cenderung skeptis dan tidak
akan begitu saja menerima pendapatnay. Agar pembaca percaya kepada pendapatnya
itu, penulis haruslah orang yang benar-benar ahli di bidangnya. Untuk itu,
tunjukkanlah bukti yang dapat mendukung kredibilitas itu
Menurut
Mulyana (2005 ; 49) mengatakan bahwa :
“Wacana hortatori digunakan untuk
mempengaruhi pendengar atau pembaca agar tertarik terhadap pendapat yang
dikemukakan. Sifatnya persuasif. Tujuannya adalah mencari pengikut/penganut
agar bersedia melakukan, atau paling tidak menyetujui, pada hal yang disampaikan
dalam wacana tersebut.”
Contoh
Wacana hortatori bidang pendidikan :
“ mendidik agar anak berjiwa
mandiri memang menjadi tantangan tersulit, apalagi banyak anak didik kita yang
tumbuh dalam rutinitas. Mereka rutin berangkat kesekolah, rutin mendengar
keterangan guru, mengerjakan setumpuk PR, berbaju seragam, dan rutin
“diperiksa” membaca buku paket yang belum tentu menarik. Akibatnya, kreatifitas
mereka pun menjadi rutin dan tidak optimal.”
e.
Wacana
Dramatik
Menurut Menurut Mulyana (2005:50) wacana dramatik adalah
bentuk wacana yang berisi percakapan antar penutur. Sedapat mungkin menghindari
atau meminimalkan sifat narasi di didalamnya. Contoh teks dramatik adalah
skenario film/sinetron, pentas wayang orang, ketoprak, sandiwara, dan
sejenisnya.
Contoh wacana dramatik:
Ibu : Anakku, kamu sudah dewasa.
Apalagi sekarang ini ibu sudah tua.
Anak : Maksud ibu?
Ibu : Ibu ingin segera punya cucu.
Ibu ingin sekali menjadi nenek. Kamu harus segera mencari istri.
Anak : Saya kan belum punya
pekerjaan tetap, Bu! Bagaimana nanti saya menghidupi istri dan anak-anak saya.
Ibu : Tidak usah khawatir. Ibu ada
tabungan yang cukup buat kamu buka usaha. Tapi kamu harus pandai cari tambahan
modal. Terima ini.
Anak : Terimakasih, Bu.
Wacana dramatik menyangkut beberapa orang
penutur (persona) dan sedikit bagian naratif. Pentas drama merupakan wacana
dramatik. Drama dahulu dikenal dengan sebutan ‘sandiwara’, tetapi sekarang
lebih dikenal dengan nama drama.
f.
Wacana
Epistoleri
Menurut Mulyana
(2005:50) wacana epistoleri biasa dipergunakan dalam surat-menyurat. Pada
umumnya memiliki bentuk dan sistem tertentu yang sudah menjadi kebiasaan atau
aturan. Secara keseluruhan, bagian wacana ini diawali oleh alinea pembuka,
dilanjutkan bagian isi, dan diakhiri alinea penutup.
Wacana
epistolari digunakan di dalam hal surat-surat, dengan sistem dan bentuk
tertentu. Wacana ini dimulai dengan alinea pembuka, isi, dan alinea penutup.
g.
Wacana
Serimonial
Wacana
serimonial digunakan dalam upacara (seremoni). Karena berkaitan dengan konteks
dan suasana seremoni, wacana ini hanya digunakan pada waktu upacara, misalnya
pada waktu upacara adat. Wacana ini pada umumnya berkaitan dengan konteks
social budaya yang melatarbelakanginya.
Biasanya wacana
ini terdiri atas paragraf pembuka, paragraf isi, dan di akhiri dengan bagian
penutup. Contoh wacana seremonial ialah pidato pada upacara hari-hari besar,
upacara adat atau, upacara pernikahan.
Menurut
Mulyana (2005 ; 48) mengatakan bahwa :
“wacana seremonial adalah bentuk wacana
yang digunakan dalam kesempatan semonial (upacara). Karena erat kaitannya
dengan konteks situasi dan kondisi yang terjadi dalam seremoni, maka wacana ini
tidak digunakan di sembarang waktu. Inilah bentuk wacana yang dinilai khas dan
khusus dalam Bahasa Jawa. Wacana ini umumnya tercipta kerena tersedianya
konteks sosio-kultural yang melatarbelakanginya. Secara keseluruhan, teks
wacana seremonial terdiri dari alinea pembuka, dilanjutkan isi, dan diakhiri
alinea penutup. Contoh wacana ini adalah pidato dalam upacara peringatan
hari-hari besar, upacara pernikahan (Jawa: tanggap wacana manten).”
Contoh
“Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara
sekian yang saya hormati, saya mengucapkan selamat datang dan terimakasih
kepada Anda sekalian atas kehadiran Anda
untuk datang memenuhi undangan kami. Pada kesempatan ini saya dan keluarga
ingin berbagi sukacita karena pada hari ini kami menikahkan anak kami Riko dan
Rini Acara akad nikah sudah dilangsungkan tadi pagi di hadapan anggota keluarga
kedua menpelai. Untuk itu, kami mohon doa restu Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara
sekalian untuk kebahagian kedua anak kami semoga pernikahan mereka langgeng
samapai akhir hayat dan diberi Yang Maha Kuasa anak-anak yang saleh. Amin.
Akhirnya, kami berharap Anda smua merasa nyaman
di dalam acara ini. Jika di dalam menerima Anda semua terdapat kekeliruan atau
ada yang kurang berkenan, kami mohon maaf yang seluas-luasnya. Terima kasih.”
2. Berdasarkan Media Penyampaian
a.
Wacana
Tulis
Sebagaimana
yangdikatakan Tarigan (1987:52) wacana tulis atau written discourse adalah : “wacana
yang disampaikan secara tertulis, melalui media tulis.”
Menurut
Mulyana (2005:51-52) wacana tulis (written discourse) adalah jenis wacana yang
disampaikan melalui tulisan. Berbagai bentuk wacana sebenarnya dapat
dipresentasikan atau direalisasikan melalui tulisan. Sampai saat ini, tulisan
masih merupakan media yang sangat efektif dan efisian untuk menyampaikan
berbagai gagasan, wawasan, ilmu pengetahuan, atau apapun yang dapat mewakili kreativitas
manusia.
Wacana
tulis sering dipertukarkan maknanya dengan teks atau naskah. Namun, untuk
kepentingan bidang kajian wacana yang tampaknya terus berusaha menjadi disiplin
ilmu yang mandiri. Kedua istilah tersebut kurang mendapat tempat dalam kajian
wacana. Apalagi istilah teks atau naskah tampaknya hanya berorientasi pada
huruf (graf) sedangkan gambar tidak termasuk didalamnya. Padahal gambar atau
lukisan dapat dimasukkan pula kedalam jenis wacana tulis (gambar). Sebagaiman
dikatakan Hari Mukti Kridalaksana dalam Mulyana (2005:52), wacana adalah satuan
bahasa yang terlengkap, yang dalam hirarki kebahasaan merupakan satuan
gramatikal tertinggi dan terbesar. Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk
kata, kalimat, paragraf atau karangan yang utuh (buku, novel, ensiklopedia, dan
lain-lain) yang membawa amanat yang lengkap dan cukup jelas berorientasi pada
jenis wacana tulis.
Menurut T.
Fatimah Djajasudarma (1994: 7-8) wacana dengan media komunikasi tulis dapat
berwujud antara lain:
a. Sebuah teks/ bahan tertulis yang
dibentuk oleh lebih dari satu alinea yang mengungkapkan sesuatu secara beruntun
dan utuh, misalnya sepucuk surat, sekelumit cerita, sepenggal uraian ilmiah.
b. Sebuah alinea, merupakan wacana,
apabila teks hanya terdiri atas sebuah alinea, dapat dianggap sebagai satu
kesatuan misi korelasi dan situasi yang utuh.
c. Sebuah wacana (khusus bahasa
Indonesia) mungkin dapat dibentuk oleh sebuah kalimat majemuk dengan
subordinasi dan koordinasi atau sistem elipsis.
Perhatikanlah
makna yang terdapat dalam pernyataan berikut:
“Ade
mencintai bapaknya, saya juga.”
Ketidakhadiran verba pada klausa kedua (‘saya juga’) dan
juga ketidakhadiran objek yang diramalkan klausa kedua adalah:
d. ..........................., saya
juga mencintai bapak saya
Atau
e. ..........................., saya
juga mencintai bapak Ade
Contoh Wacana tulis yaitu dengan melihat hubungan antara penulis dengan pembaca melalui penulisan-penulisan yang disampaikan sama ada melalui akhbar, novel, rencana, sajak, teks ilmiah dan bukan ilmiah dan sebagainya. Pembaca seharusnya mampu mendemonstrasikan penguasaan terhadap isi tekstual dengan beralih semula kepada teks yang berkenaan.
b.
Wacana
Lisan
Menurut Henry Guntur Tarigan (1987:55) wacana lisan atau
spoken discourse adalah wacana yang disampaikan secara lisan, melalui media
lisan. Menurut Mulyana (2005:52) wacana lisan (spoken discourse) adalah jenis
wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung dalam bahasa verbal. Jenis
wacana ini sering disebut sebagai tuturan (speech) atau ujaran (utterance).
Adanya kenyataan bahwa pada dasrnya bahasa kali pertama lahir melalui mulut
atau lisan. Oleh karena itu, wacana yang paling utama, primer, dan sebenarnya
adalah wacana lisan. Kajian yang sungguh-sungguh terhadap wacana pun seharusnya
menjadikan wacana lisan sebagai sasaran penelitian yang paling utama. Tentunya,
dalam posisi ini wacana tulis dianggap sebagai bentuk turunan (duplikasi)
semata.
Wacana lisan memiliki kelebihan dibanding wacana tulis.
Beberapa kelebihan wacana lisan di antaranya ialah:
1. Bersifat alami (natural) dan
langsung.
2. Mengandung unsur-unsur prosodi
bahasa (lagu, intonasi).
3. Memiliki sifat suprasentensial (di
atas struktur kalimat).
4. Berlatar belakang konteks
situasional.
Menurut
Henry Guntur Tarigan (1987:122) wacana lisan diciptakan atau dihasilkan dalam
waktu dan situasi yang nyata. Oleh sebab itu, dalam semua bentuk wacana lisan
terdapat kaidah-kaidah atau aturan-aturan mengenai siapa yang berbicara (kepada
siapa) apabila (waktunya). Dengan perkataan lain, dalam wacana lisan, kita harus
mengetahui dengan pasti:
1. Siapa yang berbicara
2. Kepada siapa
3. Apabila; pada saat yang nyata
Sebagai
pegangan dalam pembicaraan selanjutnya dalam buku kecil ini, maka yang dimaksud
dengan wacana lisan adalah satuan bahasa yang terlengkap dan terbesar di atas
kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tinggi yang berkesinambungan
yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan.
Disamping
terdapat banyak persamaan, terdapat juga sejumlah perbedaan antara wacana tulis
dan wacana lisan. Perbedaan itu dapat pula kita anggap sebagai ciri
masing-masing. Dalam uraian berikut ini akan kita bicarakan beberapa hal yang
merupakan ciri atau unsur khas wacana lisan, antara lain:
1. Aneka tindak
2. Aneka gerak
3. Aneka pertukaran
4. Aneka transaksi
5. Peranan kinesik
Menurut T.
Fatimah Djajasudarma (1994:7) sebagai media komunikasi, wujud wacana sebagai
media komunikasi berupa rangkaian ujaran (tuturan) lisan dan tulis. Sebagai
media komunikasi wacana lisan, wujudnya berupa:
a. Sebuah percakapan atau dialog yang lengkap
dari awal sampai akhir, misalnya obrolan di warung kopi.
b. Satu penggalan ikatan percakapan
(rangkaian percakapan yang lengkap, biasanya memuat: gambaran situasi, maksud,
rangkaian penggunaan bahasa) yang berupa:
Ica
: .........................
Ania : “Apakah kau punya korek?”
Rudi : “Tertinggal di ruang makan
tadi pagi.”
Penggalan wacana ini berupa bagian
dari percakapan dan merupakan situasi yang komunikatif.
Contoh :
wacana
lisan ialah berita radio, dialog, ucapan-ucapan, khutbah dan perbualan seharian
yang tidak rasmi. Pendengar harus mentafsirkan secara kritis maksud yang
hendak disampaikan oleh si penutur.
3. Berdasarkan Jumlah Penutur
Wacana berdasarkan jumlah patisipan (penuturnya), menurut Oka dan Suparno (1994:271) dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu (1) wacana monolog, (2) wacana dialog, dan (3) wacana polilog. Wacana monolog adalah wacana yang dituturkan oleh seorang partisipan tanpa diikuti oleh partisipan lainnya. Misalnya, kotbah dan ceramah. Wacana yang dituturkan oleh dua orang dalam suatu komunikasi verbal disebut wacana dialog. Apabila suatu komunikasi verbal partisipan (penuturnya) lebih dari dua orang, maka komunikasi itu akan menghasilkan wacana polilog.
a.
Wacana
Monolog
Wacana monolog
(monologue discourse) adalah wacana yang disampaikan seorang diri tanpa
melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara langsung. Sifatnya
searah, contoh : orasi ilmiah, penyampaian visi dan misi, khotbah,dan lain-lain.
b.
Wacana
Dialog
Wacana dialog
ialah wacana atau percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
langsung. Sifatnya dua arah, contoh : diskusi, seminar, musyawarah, dan
kampanye dialogis.
4. Berdasarkan Sifat
a.
Wacana
Fiksi
Bentuk dan isi
wacana fiksi berorientasi pada imajinasi. Biasanyan, tampilan bahasanya
mengandung keindahan (estetika). Mungkin sekali wacana fiksi bersifat atau
kenyataan, tetapi gaya penyampaiannya indah. Walaupun begitu, karya semacam itu
tetap tergolong karya fiktif karena proses penciptannya dan sifatnya memang
fiktif. Bahasanya konotatif, analogis, dan multiinterpretatif karena pada
umumnya berdasarkan asas kebahasaan berpuisi (licentia puitica) dan kebebasan
bergremetika (licitia gremetica) wacana fiksi dapat di bagi menjadi wacana
prosa, wacana puisi, dan wacana drama.
1. Wacana
Prosa
Wacana prosa
adalah wacana yang disampaikan atau ditulis dalam bentuk prosa. Wacana prosa dapat
berbentuk tulis atau lisan
(Tarigan, 1987 : 57). Novel, cerita pendek, artikel, makalah, buku, laporan
penelitian, skripsi, tesis, disertasi, dan beberapa bentuk kertas kerja dapat
digolongkan sebagai wacana prosa.
2. Wacana
Puisi
Wacana puisi
dituturkan dalam bentuk puisi, bisa berbentuk tulis atau lisan. Bahasa dan isinya
berorentasi pada keindahan. Puisi, lagu, tembang dan belada merupakan contoh
wacana puisi. Perhatikan keindahan pada sebuah lagu karya Angun C. Sasmi
berikut.
Yang
Kutunggu, masih kucari
Bahasa dari
sebaris lagu itu terasa indah dan maknanya pun ternyata amat dalam. Tampaknya “
sesuatu yang di tunggu itu masih amat jauh sebab sesuatu itu ternyata masih di
cari.
3. Wacana
Drama
Wacana drama
disampaikan dalam bentuk drama. Biasanya, drama berbentuk percakapan atau
dialog. Oleh karena itu, dalam wacana harus ada pembicara dan yang di ajak
bicara.
b.
Wacana
Nonfiksi
Wacana nonfiksi adalah suatu wacana dari hasil olah pikir
manusia yang melibatkan data dan informasi nyata dan kadang menggunakan
kaidah-kaiadah penulisan yang baku.Contoh wacana nonfiksi yaitu opini, essay,
artikel dan laporan penelitian.
5. Berdasarkan Isi
Menurut
Mulyana (2005:57-63) klasifikasi wacana berdasarkan isi, relatif mudah
dikenali. Hal ini disebabkan antara lain, oleh tersedianya ruang dalam berbagai
media yang secara khusus langsung mengelompokkan jenis-jenis wacana atas dasar
isinya. Isi wacana sebenarnya lebih bermakna sebagai ‘nuansa’ atau muatan
tentang hal yang ditulis, disebutkan, diberitakan, atau diperbincangkan oleh
pemakai bahasa (wacana).
Berdasarkan
isinya, wacana dapat dipilah menjadi: wacana politik, wacana sosial, wacana
ekonomi, wacana budaya, wacana militer, wacana hukum, dan wacana kriminalitas.
Wacana yang berkembang dan digunakan secara khusus dan terbatas pada
‘dunia’-nya itu, dapat juga disebut sebagai register, yaitu pemakaian
bahasa dalam suatu lingkungan dan kelompok tertentu dengan nuansa makna
tertentu pula.
a.
Wacana
politik
Banyak orang
memandang politik sebagai suatu bidang yang penuh siasat, strategi, trik, dan
teknik, dan taktik. Bahkan, ada yang menganggapnya bidang yang penuh kelicikan.
Bagaimanapun juga bidang politik melahirkan istilah dan jorgan politik yang
maknanya yang lebih dipahami oleh orang-orang di lingkungan itu sendiri.
Menurut
Mulyana (2005 ; 57) mengatakan bahwa :
“sebagian orang memandang dunia politik
sebagai dunia sesat, penuh strategi, dan mungkin kelicikan. Lingkungan politik
yang demikian itu pada gilirannya melahirkan istilah-istilah tertentu yang
maknanya sangat terbatas.”
Contoh
Pemilu 2009 diikuti oleh lebih dari
30 partai besar dan kecil, mungkin di antaranya ada yang merupakan partai
sempalan, yang munculnya, antara lain karena adanya konplik kepentingan di
dalam tubuh partai.
b.
Wacana
sosial
Menurut Mulyana (2005 ;58) mengatakan bahwa :
“Wacana
sosial berkaitan dengan kehidupan sosial dan kehidupan sehari-hari masyarakat.
Memang sulit untuk mengatakan : apa persoalan yang bukan merupakan persoalan
sehari-hari. Masalah makan, pangan, rumah, tanah, pernikahan, kematian, dan
sebagainya merupakan sejumlah kecil masalah sosial tersebut”.
Contoh
1. “
Persoalan tanah menjadi salah satu persoalan hidup yang utama, serius, dan
sensitif karena persoalan tanah mudah menimbulkan konflik sosial dan bisa
melibatkan lembaga atau institusi. Secara hukum formal, setatus tanah sebagai
atas hak pakai (HP), hak guna bangunan (HGB) dan hak milik (HM). Bahkan,
akhir-akhir ini ada yang menurut adanya setatus tanah, sebagai hak menetap,
tanah rakyat, tahan warisan Tuhan, dan tanah untuk hak tinggal seumur hidup.”
c.
Wacana
ekonomi
Wacana ekonomi
sangat berkaitan dengan bidang ekonomi. Pada wacana ekonomi, terdapat beberapa
regester dan setiap regester memiliki kekhasan sendiri. Banyak kata dan
istilahnya yang hanya dikenal di dunia bisnis dan ekonomi. Persaingan pasar, biaya produksi, biaya tinggi, konsumen, inflasi,
devaluasi, indeks harga saham gabungan, dan uang kartal adalah contoh kata
atau istilah dalam bidang ekonomi.
Menurut
Mulyana (2005 ;58) mengatakan bahwa :
“Wacana ekonomi berkaitan dengan
persoalan ekonomi. Dalam wacana ekonomi, ada beberapa register yang hanya
dikenal di dunia bisnis dan ekonomi. Ungkapan-ungkapan seperti persaingan pasar, biaya produksi tinggi,
langkanya sembako, konsumen dirugikan, inflasi, devaluasi, harga saham
gabungan, nata unag dan sejenisnya merupakan contoh-contoh regester
ekonomi.
Contoh
“ Upaya Pemerintah untuk melakukan
kembali kemabil surat utang negara (buy back SUN) lebih dari Rp 1 triliun pada
setiap jatuh tempo SUN bertujuan untuk mengurangi beban pembayaran pokok utang
pada tahun-tahun yang memiliki jatuh tempo besar. Upaya itu… .”
d.
Wacana
Budaya
Wacana budaya
berkaitan dengan kreativitas kebudayaan. Wilayah wacana budaya lebih berkaitan
dengan wilayah ‘ kebiasaan atau tradisi, adat, sikap hidup dan hal-hal yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari’
wilayah itu kemudian menghasilkan bentuk-bentuk kebahasaan, yang isinya
kemudian disebut wacana budaya.
Menurut
Mulyana (2005 ; 59) mengatakan bahwa :
“Wacana budaya berkaitan dengan
aktivitas kebudayaan. Meskipun sampai saat ini makna ‘kebudayaan’ masih terus
diperdebatkan, namun pada wilayah kewicanaan ini, kebudayaan lebih dimaknai
sebagai wilayah ‘kebiasaan atau tradisi, adat, sikap hidup, dan hal-hal yang
berkaitan dengan kehidupan manusia sehari-hari’. Wilayah tersebut kemudian menghasilkan
bentuk-bentuk kebahasaan sabagai representasi aktivitasnya yang kemudian
disebut wacana budaya.”
Contoh :
Wacana
di bawah ini meliputi norma khusus budaya Jepang.
jika
sesuatu yang buruk terjadi pada seseorang karena saya
saya
akan mengatakan sesuatu seperti ini pada orang ini :
saya
merasakan sesuatu yang buruk karena ini
Contoh ini menggambarkan kecenderungan yang terkenal dalam bahasa
Jepang untuk apologise 'minta
maaf' dalam ranah situasi yang luas, tetapi apologise tidak diandalkan sebagai verba
tindak ujar dalam bahasa Inggris. Jika digunakan, akan menjadi etnosentris
dan menyesatkan. Konsep ikatan
budaya seperti apology kurang tepat
sebagai alat deskriptif dan analitis dalam lintas budaya. Istilah bahasa Inggris
juga menyesatkan dalam komponen
makna, seperti ‘Saya melakukan
sesuatu yang buruk pada Anda’.
Yang disebut dengan
apology bahasa Jepang tidak mensyaratkan
komponen itu. Orang diharapkan melakukan hal itu jika tindakannya
menyebabkan orang lain menderita atau merasa tidak enak meskipun tindakannya dilakukan
secara tak langsung. Oleh karenanya, wacana di atas lebih akurat bila diterjemahkan ke dalam
bahasa Jepang.
e.
Wacana
Militer
Hingga saat ini
wacana militer hanya dipakai dan berkembang di bidang militer. Nama instansi
militer, nama dukumen, bahkan birokrasi kepangkatan ataupun komunikasi di
bidang militer sering mengunakan istilah yang hanya dikenal di kalangan militer. Istilah ataupun mana itu
pada umumnya berbentuk singkatan dan akronim, baik silabis maupun alfabetis.
Contohnya ;
Koramil
(komando rayon militer)
Dephankam
(depertemen pertahanan dan keamanan)
letjen
(letnan jenderal)
opsmil
(oprasi militer)
wamil
(wajib militer)
pamen
(perwira menengah)
prada
(prajurid dua)
yonziepur
(batalyon zeni tempur)
kata, nama, ataupun istilah itu umumnya hanya
dikenal dan di gunakan di bidang militer. Munculnya singkatan atau akronim baru
di dunia militer biasanya berkait langsung dengan munculnya kebijakan atau
keputusan baru.
Wacana jenis ini
hanya dipakai, dikembangkan di dunia militer. Instasi militer dikenal sangat
suka menciptakan istilah-istilah khusus yang hanya dikenal oleh kalangan
militer. Contoh istilah dalam wicana militer seperti operasi militer, desersi,
intelijen, apel pagi, sumpah prajurit, veteran, dan lain-lain.
f.
Wacana
Hukum dan Kriminalitas
Persoalan hukum
dan kriminalitas, sekalipun bisa dipisahkan, namun keduanya bagaikan dua sisi
dari mata uang: berbeda tetapi menjadi satu kesatuan. Kriminalitas menyangkut
hukum, dan hukum mengelilingi kriminalitas. Contoh istilah yang digunakan dalam
wacana hukum dan kriminalitas seperti tersangka, tim pembela, kasasi, vonis,
hakim.
g.
Wacana
olahraga dan Kesehatan
Bidang olahraga
dan kesehatan bisa debedakan meskipun kedudukannya berkaitan dan mungkin
memiliki timbal balik. Tentu saja pilihan kata dan istilah khusus dapat
ditafsirkan dengan benar jika diketahui konteks pemakaiannya.
Wacana olahraga
dan kesehatan berkaitan dengan masalah olahraga dan kesehatan. Masalah yang
berkaitan dengan kesehatan misalnya, muncul kalimat ”Sempat joging 10 menit,
didiagnosis jantung ringan”. Istilah joging adalah aktivitas olahraga
ringan yang berkaitan dengan kesehatan. Oleh karena itu, munculnya istilah
’jantung ringan’ pada bagian berikutnya sama sekali bukan berarti berat jantung
yang ringan (tidak berat), tetapi jenis sakit jantung pada stadium awal (masih
belum mengkhawatirkan).
6. Berdasarkan Gaya dan Tujuan
a.
Wacana Iklan
Dalam
kamus besar bahasa indonesia (KBBI), disebutkan iklan adalah berita pesanan (untuk mendorong, membujuk)
tentang barang atau jasa yang di tawarkan (1989 :322).umumnya iklan di pasang
di media masa, baik cetak maupun elektronik. Pada iklan, bahasanya distrategikan
agar berdaya persuasi, yaitu
mempengaruhi masyarakat agar tertarik dan membeli.
Bahasa
iklan memiliki ciri dan karakter tertentu. Dalam iklan penggunaan bahasa menjadi salah satu aspek
penting bagi keberhasilan iklan. Daya persuasi bahasa iklan dapat dirasakan
pada pemilihan kata cantik, alami bukan polesan, kulit bersih, lembut dan
kencang.
Contoh :
Wacana iklan lowongan kerja
Perusahaan
PMDN Pst dlm rangka exspansi ke Jateng&DIY membthkan segera kary/ ti utk
Pss “staff Prsh”. Syrt: P/W usia max 36 th, lls SMU/K- S1 utk
sgl disiplin ilmu, punya penglmn krj/blm, loyal&dedikasi tgg,
kelakuan&kepribadian baik. Bersedia ditempatkn di Ktr SMG, PWT&Yogya.
Krm lmrn lkp anda ke Bag SDM Bu Ning, PO BOX 215/ PWT 53100 (lmr max 1 mgg)
pemanggilan tes wawancara mllui SMS/surat.
Iklan
lowongan kerja tersebut terdiri satu paragraf yang berisi lima kalimat. Kalimat
tersebut secara rinci akan diuraikan sebagai berikut.
1)
perusahaan PMDN pusat dalam rangka exspansi
ke Jateng dan DIY
membutuhkan segera karyawan/karyawati untuk posisi “staff perusahaan”.
2)
Syarat: Pria/wanita maximal 36 tahun, lulus
SMU/ K- S1 untuk segala disiplin ilmu, punya pengalaman kerja/belum,
loyal&dedikasi tinggi, kelakuan&kepribadian baik, bersedia ditempatkan
di kantor Semarang, Purwakarta, dan Yogyakarta.
3)
Kirimkan lamaran lengkap Anda ke Bagian SDM
Bu Ning, PO BOX 215/PWT/53100 (lamaran maximal 1 minggu)
4) Pemanggilan
tes wawancara melalui sms/ surat.
Iklan
jenis kedua ini sudah mengandung kohesi dan koherensi. Kohesi ditunjukan dengan
adanya konjungsi dan pengacuan. Pada kalimat (2) terdapat konjungsi dan yang
menunjukkan hubungan menggabungkan. Dalam kalimat (3) terdapat pengacuan
(referensi) yaitu adanya kata Anda sebagai kata ganti orang
kedua tunggal. Kalimat (4) juga mengandung konjungsi atau yang
dilambangkan dengan garis miring yang menunjukan konjungsi hubungan pemilihan.
Dalam
hal koherensi, iklan ini sudah berkoherensi cukup baik. Karena bentuk wacana
iklan termasuk ke dalam wacana prosedural, maka jarang sekali ditemui adanya konjungsi
antarkalimat. Dalam hal ini kalimat berdiri sendiri-sendiri, namun membentuk
kesatuan yang padu. Masing-masing kalimat saling bertautan. Kalimat (1) dibuka
dengan menyebutkan nama perusahaan yang membutuhkan pegawai. Kalimat (2)
menunjukkan syarat-syaratnya dan diikuti dengan kalimat (3) yang berisi
petunjuk untuk mengirimkan lamaran lengkap dan kalimat (4) berisi pemberitahuan
tentang wawancara yang akan dilakukan melalui SMS atau surat.
Dari
iklan tersebut dapat ditangkap maksud pembuat iklan bahwa perusahaan PMSDN
pusat sedang mencari pegawai untuk duduk pada posisi staff perusahaan.
Syarat-syarat yang diajukan antara lain, pria/ wanita dengan umur maksimal 36
tahun, lulus SMU/ SMK serta jenjang S1 dengan segala macam disiplin ilmu yang
pernah diambil. Perusahaan akan menerima pegawai yang memenuhi kualifikasi
meskipun ia sudah atau belum berpengalaman kerja dan mempunyai dedikasi dan
loyalitas terhadap kerja yang tinggi serta mempunyai kelakuan dan kepribadian
yang baik. Pegawai harus bersedia ditempatkan di berbagai tempat yang
ditentukan perusahaan. Iklan tersebut dapat dialamatkan kepada Bu Ning yang
menangani bagian SDM ke alamat yang telah dicantumkan dalam iklan. Lamaran
tersebut diberi jangka waktu satu minggu, jika melewati jangka waktu tersebut,
maka lamaran akan ditolak. Ketentuan terakhir yaitu bahwa akan dilakukan test
wawancara pada para pelamar yang memenuhi persyaratan, sementara pemberitahuan
tentang wawancara itu akan dilakukan melalui SMS atau surat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Wacana banyak sekali ragam atau
jenisnya. Pengelompokkannya antara lain berdasarkan tujuan, berdasarkan cara
pemaparan, berdasarkan pelibat dan berdasarkan media. Berdasarkan tujuan wacana
dapat dibagi menjadi wacana ekspresif, wacana
referensial, wacana susastra dan wacana persuasive. Berdasarkan cara pemaparan
wacana ini terdiri atas narasi, eksposisi, deskripsi, hortatory, dan
procedural. Berdasarkan pelibat wacana dapat dibgai menjadi wacana dialog dan
monolog, berdasarkan media ada wacana lisan dan tulisan.
Selain itu, wacana merupakan
disiplin ilmu yang sudah banyak dibahas dan sedang berkembang pada masa ini.
Wacana juga berkaitan erat dengan disiplin ilmu lain. Setelah dikaji lebih
dalam mengenai jenis-jenis wacana ini dapat dilihat bahwa ilmu ini tidak hanya
sebatas paragraf atau yang lebih besar. Bahkan wacana ini bisa berbentuk satu
ujaran saja, hal ini terjadi karena wacana adalah satuan bahasa yang terikat
konteks.
B. Saran
Berdasarkan hasil dari makalah di
atas dan simpulan, dapat diberikan saran-saran sebagai berikut:
1.
Masyarakat
yang mempelajari wacana harus benar-benar dalam mengkaji tentang wacana,
sehingga terbuka segala ihwal yang berhubungan hal tersebut.
2.
Setelah
mempelajari wacana tersebut, diharapkan adanya aplikasi ataupun penelitian
tentang wacana sehingga semakin tergambar jelas tentang wacana secara
keseluruhan.
3.
Pihak
pemerintahan atau lembaga pendidikan hendaknya banyak menerbitkan atau
mengeluarkan buku yang membahas tentang wacana, mengingat buku atau bahan
tentang wacana masih sedikit dan sulit didapatkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Rani, Bustanul Arifin, dan Martutik. 2006. Analisis
Wacana. Malang: Bayumedia Publishing.
Henry Guntur Tarigan. 1987. Pengajaran wacana. Bandung:
Angkasa.
Mulyana. 2005. Kajian wacana. Yogyakarta: Tiara
wacana.
Langganan:
Postingan (Atom)