Secara
umum Ridarmin, S.Kom,M.Kom mengatakan Mahasiswa memiliki tiga fungsi strategis,
yaitu agent of social control ( sebagai penyampai kebenaran), agent of change (
sebagai agen perubahan), dan iron stock (sebagai generasi penerus masa depan).
Jauh
sebelum Indonesia telah berbuat dan menjalankan fungsi mahasiswa itu sendiri,
begitu juga setelah kemerdekaan. Kita pasti ingat ketika tahun 60-an mahasiswa
melakukan aksi mengusung tiga tuntutan rakyat (Tritura). Pada 1974 kita juga
ingat peristiwa “Malari” (malapetaka 15 Januari), dan terakhir pada 1998
mahasiswa berhasil “meruntuhkan” orang paling berpenguasa di Indonesia selama
32 tahun. Kepemimpinan pemerintah yang sewenang-wenang akhirnya dapat
diruntuhkan oleh aksi yang sangat heroik oleh para mahasiswa di seluruh penjuru
Indonesia.
Kini
mahasiswa sangat pasif dan tidak peka dengan isu-isu terkini. Mahasiswa
sekarang kebanyakan memiliki sifat egois yang tinggi sehingga isu-isu terkini
tak dihiraukannya. Mahasiswa tak lagi mendengarkan suara rakyat yang menderita
karena kebijakan pemerintah.
Banyak
mahasiswa sekarang yang hanya mementingkan nilai (IPK) dan berbagai aktivitas
akademik. Baginya IPK sangat penting karena untuk kepentingan mencari kerja
sehingga melupakan fungsi dan peran mahasiswa itu sendiri. Jika kita mau
merenungkan dan sedikit berfikir lebih dalam, bahwasanya apa yang dilakukan
mahasiswa sekarang kurang tepat yang hanya mementingkan kegiatan akademik.
Mahasiswa
yang selalu menyuarakan aspirasi rakyat kecil, kini tak terdengar, hanya
sedikit yang muncul dan bersuara lantang. Kebijakan-kebijakan pemerintah pun
yang tak memihak rakyat kini tak direspons dengan demo ataupun yang lain,
jikalau ada itu hanya sedikit.
Jika
ini terus terjadi maka yang dikhawatirkan pemerintah dapat leluasa membuat
kebijakan yang membelitkan rakyat sehingga rakyat sebagai obyek menderita.
Pemerintah menjadi sewenang-wenang dalam mengambil keputusan dan bersifat
diktator yang selalu tak mendengarkan hati rakyat. Akibat yang sangat parah
lagi negara menjadi alat memperkaya diri oleh beberapa kalangan elit, karena
memeras rakyat dengan kebijakannya. Inilah yang dikawatirkan selama ini oleh
berbagai kalangan, adanya transformasi peran mahasiswa.
Apa
kita tidak malu disebut mahasiswa, namun tak dapat berbuat apa-apa? Pantaskah
kita disebut mahasiswa yang hanya menuntut ilmu di kampus terus mendapat IPK
tinggi, sementara saudara kita di lain tempat menderita akibat kebijakan
pemerintah yang semena-mena? Mari kita renungkan, apakah yang kita lakukan
sekarang sudah mencerminkan peran mahasiswa yang sebenarnya***.