BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Puisi terlahir dari setiap makna yang tersembunyi
dalam setiap kata-kata yang terangkai di dalamnya. Dalam memahami makna puisi
tidaklah dengan tiba-tiba melainkan melalui proses yang panjang. Dalam melihat
karya sastra, makna tersebut akan muncul ketika pembaca telah memberikan makna
pada karya sastra itu. Hal ini berkaitan dengan semiotika menurut Dick Hartanto
(1984:42) yakni bagaimana karya sastra itu ditafsirkan oleh para pengamat dan
masyarakat lewat tanda-tanda atau lambang-lambang.
Perkembangan sastra sekarang ini sangat pesat dan
keluar dari kaidah-kaidah penulisan yang ada. Banyak hal-hal yang baru yang
muncul dan tidak sesuai dengan konvensi-konvensi. Oleh karena itu dalam
pembicaran ini dicoba untuk menerapkan teori-teori dalam menganalisis sajak
Indonesia untuk turut mengembangkan studi sastra dan kesusastraan
Indonesia.Salah satu penyair pada era 45 yaitu Chairil Anwar yang sering di
sebut sebagai pelopor angkatan 45 dengan corak dan gaya penulisan sajaknya yang
terlepas, bebas dan tidak terikat pada konvensi-konvensi yang ada pada masa
itu. Teori struktural dan semiotik dewasa ini merupakan salah satu teori sastra
yang terbaru disamping teori estetika resepsi dan dekonstruksi. Akan tetapi,
teori ini belum banyak dimanfaatkan dalam bidang kritik sastra di Indonesia.
Studi sastra bersifat semiotik merupakan usaha untuk
menganalisis karya sastra, di sini sajak khususnya, sebagai suatu sistem
tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra
mempunyai makna. Dengan melihat variasi-variasi di dalam struktur sajak atau
hubungan dalam (internal) antara unsur-unsurnya akan dihasilkan bermacam-macam
makna.
Semiotik seperti yang diungkapkan oleh Rachmat Djoko
Pradopo yaitu bahwa bahasa sebagai medium karya sastra sudah merupakan sistem
semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti. Medium
karya sastra bukanlah bahan yang bebas (netral) seperti bunyi pada seni musik
ataupun warna pada lukisan. Warna cat sebelum digunakan dalam lukisan masih
bersifat netral, belum mempunyai arti apa-apa sedangkan kata-kata (bahasa)
sebelum dipergunakan dalam karya sastra sudah merupakan lambang yang mempunyai
arti yang ditentukan oleh perjanjian masyarakat (bahasa) atau ditentukan oleh
konvensi-konvensi masyarakat. Lambang-lambang atau tanda-tanda kebahasaan itu
berupa satuan-satuan bunyi yang mempunyai arti oleh konvensi masyarakat. Bahasa
itu merupakan sistem ketandaan yang berdasarkan atau ditentukan oleh konvensi
(perjanjian) masyarakat. Sistem ketandaan itu disebut dengan semiotik. Begitu
pula ilmu yang mempelajari sistem tanda-tandaiti disebut semiotika (2009:121).
Sedangkan struktural dalam sajak atau karya sasatra
yang menganggap bahwa sebuah karya sastra adalah sebuah struktur. Struktur di
sini dalam arti bahwa karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang
bersistem,yang di antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal
balik,saling menentukan. Jadi, kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan hanya
berupa kumpulan-kumpulan atau tumpukan hal-hal atau benda-benda
yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan hal-hal itu saling berkaitan, saling
terikat, dan saling bergantung (2009:118).
Dalam makalah ini, penulis mengambilsalah satu puisi
karya Chairil Anwar yang berjudul “Penerimaan” dalm bukunya “Deru
Campur Debu”yang akan dianlisias secara struktural semiotik.
1.2
RUMUSAN
MASALAH
Rumusan
masalah dalam makalah ini adalah bagaimana unsur-unsur yang terkandung dalam
puisi “Penerimaan”karya Chairil Anwar dalam bukunya yang berjudul “Deru Campur
Debu”.
1.3
Tujuan dan Kegunaan
makalah
1.3.1
Tujuan
Makalah
Tujuan dari penulisan makalah tentang “Analisis
Struktural dan Semiotik Terhadap Puisi Chairil Anwar” adalah untuk:
1.3.1.1
Untuk memahami aspek-aspek kepuitisan dan makna
sajak secara struktural dan semiotik terhadap puisi
”Penerimaan” karya Chairl Anwar.
1.3.1.2
Untuk mengetahui apa saja gaya bahasa, symbol, citraan,
majas dan unsure-unsur kepuitisan yang terdapat dalam “ penerimaan” karya
Chairil Anwar.
1.3.1.3
Untuk mengetahui kesamaan tema dalam kumpulan
puisi-puisi Chiril Anwar.
1.3.2
Kegunaan Makalah
1.3.2.1
Untuk memenuhi tugas mata kuliah puisi yang di bimbing
oleh Muhammad Candra, S.Pd, M,Ed..
1.3.2.2 Hasil makalah ini diharapkan dapat menjadi media untuk
menambah dan memperluas khasanah keilmuan, terkhususnya bagi pengembangan
keguruan ilmu pendidikan.
BAB
II
ISI
ISI
2.1
Analisis
Struktur Kepuitisan
Ada kriteria dalam menganalisis struktur kepuitisan yaitu:
2.1.1
Pilihan Kata
Kata-kata di dalam sajak adalah kata-kata yang sama sekali
berbeda dengan teks dalam bentuk yang lain. Kata-kata dalam sajak memiliki
peran sangat esensial karena ia tidak saja harus mampu menyampaikan gagasan,
tetapi juga dituntut untuk mampu menggambarkan imaji sang penyair dan memberikan
impresi ke dalam diri pembacanya, karena itu kata-kata dalam puisi lebih
mengutamakan intuisi, imajinasi, dan sintesis. Pilihan kata yang tedadap dalam
puisi “Penerimaan” karya Chairil Anwar:
PENERIMAAN
Kalau
kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Dengan sepenuh hati
Aku
masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.
(Deru
Campur Debu,1959:36)
Pilihan kata yng digunakan seorang Chairil Anwar
sangat indah, karena kata-kata yang digunakan menggunakan kata-kata yang mudah
dipahami misalnya dalam sajak yang berjudul “Penerimaan”. Selain itu penyusunan
kata-katanya sangat tepat dan pemilihan untuk pembentukan sebuah sajak
memperhatikan kesesuaiaan kata yang digunakan serta penyusunan antar kata
sangat indah.
2.1.2
Bahasa Kiasan
Bahasa kiasan merupakan alat yang dipergunakan penyair untuk
mencpai spek kepuitisan atau sebuah kata yang mempunyai arti secara konotatif
tidak secara sebenarnya. Dalam penulisan sebuah sajak bahasa kiasan ini
digunakan untuk memperindah tampilan atau bentuk muka dari sebuah sajak. Basasa
kiasan dipergunakan untuk memperindah
sajak-sajak yang ditulis seorang penyair. Bahasa sajak yang tedapat dalam puisi
“Penerimaan” karya Chairil Anwar adalah sebagai berikut:
2.1.2.1 Repetisi
Repetisi
adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat yang dianggap
penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Dalam sajak
terdapat dalam:
Kalau
kau mau ku terima kau kembali
...
Kalau
kau mau kuterima kembali
...
2.1.2.2
Simile atau Persamaan
Simile
atau Persamaan adalah perbandingan yang bersifat eksplisit, yaitu langsung
menyatakan sesuatu sama dengan hal lain. Dalam sajak terdapat dalam:
…
Bak
kembang sari sudah terbagi
...
...
2.1.2.3
Pesonifikasi
Personifikasi
adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda mati seolah-olah
hidup. Dalam sajak terdapa dalam:
...
Sedang
dengan cermin aku enggan berbagi.
2.1.3
Citraan
Citraan adalah satuan ungkapan yang dapat
menimbulkan hadirnya kesan keindrawian atau kesan mental tertentu. Unsur
citraan dalam sebuah puisi merupakan unsur yang sangat penting dalam
mengembangkan keutuhan puisi, sebab melaluinya kita menemukan atau dihadapkan
pada sesuatu yang tampak konkret yang dapat membantu kita dalam
menginterpretasikan dan menghayati sebuah puisi secara menyeluruh dan tuntas.
Citraan dalam puisi terdapat 7 jenis citraan, yaitu
citraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan gerak, citraan perabaan,
citraan penciuman, citraan pencecapan, dan citraan suhu. Penggunaan citraan
dalam puisi melibatkan hampir semua anggota tubuh kita, baik alat indra maupun
anggota tubuh, seperti kepala, tangan, dan kaki. Untuk dapat menemukan
sumber citraan yang terdapat dalam puisi, pembaca harus memahami puisi dengan
melibatkan alat indra dan anggota tubuh untuk dapat menemukan kata-kata yang
berkaitan dengan citraan.
Dalam
sajak “Penerimaan” citraan yang digunakan misalnya yaitu citraan penglihatan
tedapat dalam”aku msih tetap sendiri, sedangkan dengan cermin aku enggan
berbagi. Cermin dapat dilihat dengan indera mata sehingga menggunakan citraan
penglihatan.
2.1.4
Sarana Retorika
Sarana retorik pada dasarnya merupakan tipu muslihat
piiran yang mempergunakan susunan bahasa yang khas sehingga pendengar erasa
dituntut untuk berpikir. Dalam menyampaikan sebuah ide atau gagasan
Chairil Anwar cenderung pada aliran realisme dan ekspresionis.
2.1.5
Hubungan Intertekstual “Penerimaan” dengan “Kusangka”
Untuk mendapat makna penuh sebuah sajak, tidak boleh
melupakan hubungan sejarahnya, bik dengan keseluruhan sajak-sajak peyair
sendiri, sajak-sajak sesamanya, maupun dengan sajak sastra zaman sebelumnya(
Teeuw, 1983: 65). Dibawah ini sajak-sajak nya, yaitu sajak “Penerimaan” karya
Chairil Anwar dan “Kusangka” karya Amir Hamzah.
PENERIMAAN
Kalau
kau mau kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima kembali
Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.
(Deru
Campur Debu,1959:36)
KUSANGKA
Kusangka
cempaka kembang setangakai
Teryata
melur telah diseri.......
Hatiku
remuk mengenangka ini
Wasangka
dan was-was silih berganti.
Kuharap
cempaka baharu kembang
Belum
tahu sinar matahari.......
Rupanya
teratai patah kelopak
Dihinggapi
kumbang berpuluh kali.
Kupohonkan
cempaka
Harum
mula terserak.......
Melati
yang ada
Pandai
tergeletak.......
Mimpiku
seroja terapung di paya
Teratai
putih awan angkasa......
Rupanya
mawar mengandung lumpur
Kaca
piring bunga renungan......
Igauanku
subuh, impianku malam
Kuntum
cempaka putih bersih......
Kulihat
kumbang keliling berlagu
Kelopakmu
terbuka menerima cembu.
Kusangka
hauri bertudung lingkup
Bulu
mata menyangga panah Asmara
Rupanya
merpati jangan dipetik
Kalau
dipetik menguku segera
(Buah
Rindu, 1959:19)
Sajak Chairil Anwar merupakan penyimpangan terhadap
konsep estetik Amir Hamzah yang masih meneruskan konsep estetik sastra lama.
Pandangan romantik Amir Hamzah ditentang dengan pendangan realistiknya. Sajak
“Kusangaka” mennjukkan kesejajaran gagasan yang digambarkan dalam enam sajak
tersebut. Amir Hamzah menggunakan ekspresi romantik secara metaforis-alegoris,
membandingkan gadis dengan bunga. Pada bait terakhir dimetamorkan sebagai
bidadari (hauri) dan merpati.
Dari keenam bait tersebut disimpulkan bahwa si aku
mencintai gadis yang disangka murni, tetapi ternyata sesungguhnya sudah tidak
murni lagi. Sudah dijamah oleh pemuda lain/ suda tidak perawan lagi (‘Rupanya
teratai patah kelopak/Dihinggapi kumbang berpuluh kali’. Kulihat kumbang
keliling berlagu/kelopakmu terbuka menerima cembu’). Hal itu menimbulkan
kekeewaan dan menyebabkan hati si aku remuk. Wasangka dan was-was silih
berganti(bait 1). Dengan demikian, si aku tidak mau bersama gadis yang
sudahtidak murni lagi, sebab akan terkena kuku “merpati” itu (bait 7).
Gadis
yang masih murni (disangka murni) diumpamakan cempaka kembang(bait 1), baharu
kembang belum terkena sinar matahari(bait 2), cempaka harum(bait 3), seroja
terapung di paya putih seperti awan(bait 4), dan seperti bidadari (hauri)
bertudung lingkup yang bulu matanya menambah panah asmara(bait 6).
Gambaran tersebut bertentangan dengan kenyataan yang
sebenarnya yang sangat menyakitkan basi si aku dan sangat kecewa setelah
mengetahui kisah yang sebenarnya. Gambaran gadis tersebut sudah tidak murni
lagi diumpamakan melur telah diseri(bait 1), teratai patah kelopak dihingapi
kumbang berpuluh kali(bait 2), merpati yang pandai bergelak(bait 3), mawar yang
mengandung lumpur(bait 4), dan merpati yang mengaku segera(bait 6).
Jadi yang menanggapi masalah tersebut si aku merasa
kecewa karena pikiran romantik bahwa gadis yang dicintainya itu harus masih
murni dan tetap murni, setia pada si aku, tidak boleh menerima cinta orang
lain, namun kenyataan berlainan. Tidak sesuai dengan keinginan si aku. Sikap
romantik digambarkan dengan bahasa yang indah, mengambil objek dari alam
sebagai perumpamaan, sehingga seperti natural.
Sebaliknya Chairil Anwar, dalam sajaknya itu
menampilkan tampak yang lain dalam mendiskripsikan atau menanggapi gadis yang
sudah tidak murni lagi. Sangat berlawanan dengan apa yang ditampilkan oleh Amir
Hamzah. Ia berpandangan realistik, si aku au menerima kembali
wanita(kekasihnya, istrinya) yang barang kali telah berselingkuh dengan
laki-laki lain. Si aku mau menerima kembali asal mau kembali kepada si aku
tanpa da rasa curiga. Si aku masih sendiri, tidak mencari wanita lain sebagai
pasangan hidupnya karena masih menunggu kembalinya wanita yang dicintainya itu.
Si aku mengetahui bahwa gadis yang dicintainya sudah
tidak murni lag, sudah seperti bunga yang sarinya terbagi, yaitu sudah
dihinggapi kumbang lain. Wanita itu jika ingin mau diterima kembali harus
berani bertemu dengan si aku dan jangan malu untuk menemui si aku. Digambarkan
“Djangan tunduk! Tantang aku dengan berani”. Si aku pun tetap menerima dengan
sepenuh hati walaupun wanita itu sudah tidak perawan lagi.
Chairil Anwar membandingkan wanita dengan
bunga(kembang). Wanita yang sudah tidak murni digambarkan sebagai bunga yang
sarinya sudah terbag i(bak kembang sari yang sudah terbagi). Ini hampir sama
dengn perumpamaan yang dilakukan Amir Hamzah: “Rupanya teratai patah kelopak/dihinggapi
kumbang berpuluh kali dan kulihat kumbang keliling berlaga”. Sedangkan Chairil
Anwar :”Kutau kau bukan yang dulu lagi/ bak kembang sari sudah
terbagi”. Numun Chairil Anwar tetap menggunakan bahasa keseharian
dalam pengungkapan dan menggunakan gaya eksresif yang padat.
2.2
Analisis
Semiotik
Studi sastra bersifat semiotik adalah usaha untuk
menganalisis sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan
konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai arti. Dengan
melihat variasi-variasi didalam struktur dalam atau hubungan dalamnya, akan
dihasilkan bermacam-macam arti. Analisis semiotik itu tidak dapat
dipisahkan dari analisis struktural, dan sebaliknya. Tugas semiotik puisi
adalah membuat eksplisit asumsi-asumsi implisit yang menguasai produksi arti
dalam puisi.
Dalam sajak”Penerimaan” karya Chairil Anwar merupakan
ungkapan perasaan yang dirasakan oleh penyair. Puisi itu dapat dianalisis
sebagai berikut: si aku memberi harapan kepada gadis si aku bila ingin kembali
boleh saja. Si aku menerima sepenuh hati bila gadis itu mau kembali lagi pada
kehidupan si aku. Si aku tidak mencari gadis lain sebagai pendamping hidupnya
karena masih menunggu kepulangan kekasihnya.
Si aku masih sendiri tidak akan mencari yang lain dan
tetap menunggu walaupun sudah mengetahui bahwa gadis yang dicintainya sudah
tidak perawan lagi atau sudah selingkuh dengan laki-laki lain. Itu
digambarkan dengan kalimat” Kutahu kau bukan yang dulu lagi bak kembang
sari sudah terbagi”. ini menggunakan metafora-metafora yang sangat indah dangan
menggambarkan perempuan yang tidak perawan dengan kembang sari sudah terbagi.
Si aku memberi harapan kepada gadis si aku bila ingin
kembali tidak usah malu dan harus mau menemui si aku. Tidak usah takut untuk
menemui si aku. Si aku pun tetap menerima apapun yang sudah terjadi dan
menerima dengan mutak: jangan mendua lagi, bahkan bercermin pun si aku enggan
berbagi. Digambarkan dalam bait ke-5 yan berbunyi “Sedangkan dengan cermin aku
enggan berbagi”. Dalam kalimat ini menggunakan citraan penglihatan
2.3
Kesamaan
Dalam Puisi-Puisi Chairil Anwar Yang Bertema Percintaan
Didalam kumpulan puisi Chairil anwar banyak sekali
persamaan tema. Misalnya tema tentang percintaan. Chairil anwar menggambarkan
rasa cinta dengan banyak pilihan kata yang digunakan sesuai dengan pilihan kata
yang lain.
SAJAK
PUTIH
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah...
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah...
Dalam puisi sajak putih digamberkan gadis si aku pada suatu senja hari yang indah ia
duduk dihadapan si aku. Ia besandar yang pada saat itu ada warna pelangi yaitu
langit senja yang indah penuh dengan macam-macam warna. Gadis itu bertudung sutra diwaktu hari sudah senja. Sedangkan
rambut gadis itu yang harum ditiup angin tampak seperti sedang bersenda gurau,
dan dalam mata gadis yang hitam kelihatan bunga mawar dan melati yang mekar.
Mawar dan melati yang mekar menggambarkan sesuatu yang indah dan menarik .
biasanya mawar itu berwarna merah yang menggambarka cinta dan melati putih
menggambarkan kesucian. Jadi dalam mata si gadis tampak cinta yang tulus,
menarik, dan mengikat. Suasana pada saat itu sangat menyenangkan, menarik,m
penuh keindahan yang memduat si aku haru dengan semua itu.
Dalam pertemuan ke dua insan itu sepi menyanyi,
malam dalam doa tiba yang menggambarka tidak ada percakapan dari keduanya.
Mereka hanya dian tanpa ada sepatah kata yang diucapkan seperti hanya ketika
waktu berdoa. Hanya kata hati yang berkata dan tidak keluar suara. Kesepian itu
mengakibatkan jiwa si aku bergerak seperti hanya permukaan kolam yang terisa
air yang beriak tertiup angin. Dalam keadaan diam tanpa kata itu, didalam dada
si aku terdengar lagu yang merdu yang menggambarkan kegembiraan. Rasa kegembiraan
itu digambarkan dengan menari seluruh aku.
Hidup dari hidupku, pintu terbuka menggambarkan
bahwa si aku merasa hidupnya penuh dengan kemungkinan dan ada jalan keluar
serta masih ada harapan yang pasti bisa diwujudkan selama gadis kekasihnya
masih menengadahkan mukanya ke si aku. Ini merupakan kiasan bahwa si gadis
masih mencintai si aku, mau memandang kemuka si aku, bahkan juga isyarat untuk
mencium dari si aku. Keduanya masih bermesraan dan saling mencintai.
Begitu juga hidup si aku penuh harapan selama si
gadis masih hidup wajar, dikiaskan dengan darahnya yang masih mengalir dan
luka, sampai kematioan tiba pun keduanya masih mencintai, dan tidak akan
terpisahkan. Sajak merupakan kiasan suara hati si penyair, suara hati si aku.
Putih mengiaskan ketulusa kejujuran, dsan keihklasan. Jadi sajak putih berarti
suara hati si aku yang sangat tulus dan jujur.
Tanda-tanda semiotik untuk kegembiraan dan
kebahagiaan di dalam sajak ini adalah kata: tari, warna pelangi, sutra senja,
memerdu lagu, menari-neri, pintu terbuka. Jadi, sajak ini bersuasana gembira.
Namun biasanya sajak Chairil Anwar bersuasana murung, suram dan sedih. Puisi
tidak hanya menyampaikan informasi saja, namun diperlukan kepadatan dan
ekspresifitas, karena hanya inti pernyataan yang dikemukakan. Karena hal ini,
maka sajak penyimpangan dari tata bahasa normatif seperti:
Hidup
dari hidupku, pintu terbuka
Selama
matamu bagiku menengadah
Selama
kau darah mengalir dari luka
Antara
kita Mati datang tidak membelah…..
Bila diucapkan secara normatif, maka
ekspresifitasnya hilang karena tidak padat dan tidak berirama. “Pintu akan
selalu terbuka bagi hidup dan hidupku. Selama matamu menengadah bagiku. Selama
darah masih mengalir jika engkau terluka. Antara kita sampai kematian datang
kita tidak membelah(berpisah). Dalam sajak ini pengertian abstrak dapat menjadi
kongret karena digunakan citraan-citraan dan gerak yang digabung dengan
metafora.
Rasa sayangnya itu juga digambarkan dalam puisi
Chairil Anwar yang berjudul “Penerimaan”. Dalam puisi itu digambarkan bahwa si
aku masih bisa menerima si gadis yang telah berselingkuh dengan orang lain. Si
aku menerima dengan rasa penuh keihklasan dari si gadis yang telah mau kembali
kepelukannya. Terlalu sayangnya si aku, si aku menerima dengan lapang dada
tentang apa yang telah diperbuat oleh si gadis dengan orang lain.
Dalam puisi “Sajak Putih” banyak digunakan
bahasa-bahasa kiasan. “Tari warna pelangi” merupakan bahasa kiasan
personifikasi yang menggambarkan benda mati dapat digambarkan seolah-olah
hidup. “ rambutmu mengalun bergelut sernda” juga menggunakan bahasa kiasan
personifikasi. Selain itu ada kesamaan dalam penggunaan citraan-citraan agar
mempunyai makna yang kongret, serta menggunakan metafora-metafora.
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
Dalam puisi ”Senja di Pelabuhan Kecil” diatas,
terasa bahwa penyair sedang dicengkeram perasaan sedih yang teramat dalam.
Tetapi seperti pada puisi-puisi Chairil Anwar yang lain, kesedihan yang
diungkapkan tidak memberikan kesan cengeng atau sentimental. Dalam kesedihan
yang amat dalam, penyair ini tetap tegar. Demikian pula pada puisinya diatas.
Di dalamnya tak satu pun kata ”sedih” diucapkannya, tetapi ia mampu berucap
tentang kesedihan yang dirasakannya. Pembaca dibawanya untuk turut erta melihat
tepi laut dengan gudang-gudang dan rumah-rumah yang telah tua. Kapal dan perahu
yang tertambat disana. Hari menjelang malam disertai gerimis. Kelepak burung
elang terdengar jauh. Gambaran tentang pantai ini sudah bercerita tentang suatu
yang muram, di sana seseorang berjalan seorang diri tanpa harapan, tanpa cinta,
berjalan menyusur semenanjung.
Satu ciri khas puisi-puisi Chairil Anwar adalah
kekuatan yang ada pada pilihan kata-katanya. Seperti juga pada puisi diatas,
setiap kata mampu menimbulkan imajinasi yang kuat, dan membangkitkan kesan yang
berbeda-beda bagi penikmatnya. Pada puisi diatas sang penyair berhasil
menghidupkan suasana, dengan gambaran yang hidup, ini disebabkan bahasa yang
dipakainya mengandung suatu kekuatan, tenaga, sehingga memancarakan rasa haru yang
dalam. Inilah kehebatan Chairil Anwar, dengan kata-kata yang biasa mampu
menghidupkan imajinasi kita. Judul puisi tersebut, telah membawa kita pada
suatu situasi yang khusus. Kata senja berkonotasi pada suasana yang
remang pada pergantian petang dan malam, tanpa hiruk pikuk orang bekerja.
Pada bagian lain, gerimis mempercepat kelam,
kata kelam sengaja dipilihnya, karena terasa lebih indah dan dalam
daripada kata gelap walaupun sama artinya. Setelah kalimat itu
ditulisnya, ada juga kelepak elang menyinggung muram, yang berbicara
tentang kemuraman sang penyair saat itu. Untuk mengungkapkan bahwa hari-hari
telah berlalu dan berganti dengan masa mendatang, diucapkan dengan
kata-kata penuh daya: desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan.
Penggambaran malam yang semakin gelap dan air laut yang tenang, disajikan
dengan kata-kata yang sarat akan makna, yakni: dan kini tanah dan air
hilang ombak. Puisi Chairil Anwar ini hebat dalam pilihan kata, disertai ritme
yang aps dan permainan bunyi yang semakin menunjang keindahan puisi ini, yang
dapat kita rasakan pada bunyi-bunyi akhir yang ada pada tiap larik.
Di dalam puisi ini juga digambarkan rasa cinta namun
dalam bentuk kesedihan yang mendalam yang dialami oleh si aku namun si aku
tetap tegar menghadapinya. Si aku dalam keadaan muram , penuh kegelisahan, dan
tidak sempurna dengan kehidupannya. Si aku sedang mancari cintanya yang hilang.
Suasana pada saat itu gerimas yang menambah rasa kesedihan dari si aku.
CINTAKU JAUH
DI PULAU
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertahta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak 'kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertahta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.
Dalam kegiatan menganalisis arti, kita berusaha
memberi makna pada bunyi, suku kata, kata, kelompok kata, kalimat, bait, dan
pada akhirnya makna seluruh puisi.
Bait I “Cintaku jauh di pulau”
berarti. Kekasih tokoh aku (gadis manis) berada di suatu tempat yang
jauh. “Gadis manis sekarang iseng sendiri” artinya sang kekasih tersebut
adalah seorang gadis yang manis yang menghabiskan waktu sendirian (iseng) tanpa
kehadiran tohoh aku.
Pada bait II, si tokoh aku menempuh perjalanan jauh
dengan perahu karena ingin menjumpai atau menemui kekasihnya. Ketika itu cuaca
sangat bagus danmalam ketika bulan bersinar, namun hati si aku merasa gundah
karena rasanya ia tak akan sampai pada kekasihnya.
Bait
III menceritakan perasaan si aku yang semakin sedih karena walaupun air terang,
angin mendayu, tetapi pada perasaannya ajal telah memanggilnya (Ajal bertahta
sambil berkata : “Tujukan perahu ke pangkuanku saja”).
Bait IV menunjukkan si aku putus asa. Demi menjumpai
kekasihnya ia telah bertahun-tahun berlayar, bahkan perahu yang membawanya akan
rusak, namun ternyata kematian menghadang dan mengakhiri hidupnya terlebih
dahulu sebelum ia bertemu dengan kekasihnya.
Bait V merupakan kekhawatiran si
tokoh aku tentang kekasihnya, bahwa setelah ia meninggal, kekasihnya itupun
akan mati juga dalam penantian yang sia-sia. Setelah kita menganalisis makna
tiap bait, kita pun harus sampai pada makna lambang yang diemban oleh puisi
tersebut. Kekasih tokoh aku adalah kiasan dari cita-cita si aku yang sukar
dicapai. Untuk meraihnya si aku harus mengarungi lautan yang melambangkan
perjuangan. Sayang, usahanya tidak berhasil karena kematian telah menjemputnya
sebelum ia meraih cita-citanya.
Dalam puisi tersebut terasa perasaan-perasaan si aku
: senang, gelisah, kecewa, dan putus asa. Kecuali itu ada unsur metafisis yang
menyebabkan pembaca berkontemplasi. Dalam puisi di atas, unsur metafisis
tersebut berupa ketragisan hidup manusia, yaitu meskipun segala usaha telah
dilakukan disertai sarana yang cukup, bahkan segalanya berjalan lancar, namun
manusia seringkali tak dapat mencapai apa yang diidam-idamkannya karena maut
telah menghadang lebih dahulu. Dengan demikian, cita-cita yang hebat dan
menggairahkan akan sia-sia belaka.
Dalam puisi ini juga menggunakan citraan-citraan. Hal
itu terdapat dalam “Perahu melancar, bulan memancar,”. Citraan yang digunakan
adalah citraan penglihatan karena perahu melancar dan bulan memancar hanya bisa
dilihat. Jadi citraannya adalah citraan penglihatan. Citraan visual digunakan
dalam:
“Ajal
bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"
....
Mengapa Ajal memanggil dulu
Mengapa Ajal memanggil dulu
…
Dalam
puisi “Cintaku jauh di pulau” juga menggunakan bahasa sajak. Bahasa sajak yang
digunakan adalah:
a.
Personifikasi adalah semacam gaya bahasa
kiasan yang menggambarkan benda mati seolah-olah hidup.
…
angin
membantu, laut terang, tapi terasa
…
…
Di
air yang tenang, di angin mendayu,
…
Mengapa
Ajal memanggil dulu
…
b.
Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan
melebih-lebihkan.
…
Amboi!
Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu
yang bersama 'kan merapuh!
....
kalau
'ku mati, dia mati iseng sendiri.
…
Dari kesemuaan puisi Chairil Anwar tersebut
mempunyai persamaan dalam tema yaitu tentang percintaan. Namun hanya berbeda
dalam penggunaan pilihan kata-kata. Selain itu berbeda dalam perasaan hati si
aku. Perasaan berbeda karana hidup seseorang tidak akan sama perasaannya.
Kadang sedih dan kadang pula hidup bahagia. Begitui juga halnya si aku.
BAB
III
SIMPULAN
DAN SARAN
3.1
Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa
sajak-sajak karya Chairil Anwar setelah dianalis dengan kajian struktural
semiotik. Ternyata sajak-sajak Chairil
Anwar tidak hanya bercerita keadaan yang muram, sedih, pilu, namun ada juga
sajak yang berisi perasaan si aku dalam keadaan yang gembira, bahagia, dan
senang.
Dalam puisi Chairil anwar yang bertema percintaan,
tokoh si aku merasa senang maupun sedih. Kesamaan itu dapat dilihat dari
penggunaan kata atau pilihan kata yang terdapat dalam sajak.
3.2 Saran
Tidak ada yang tidak bisa kita kuasai dan kita miliki
bila kita mau belajar dan berlatih. Yang terpenting milikilah motivasi untuk
maju dan berkembang. Kita pasti mampu mencapai keberhasilan yang diinginkan.
Kehadiran makalah ini mungkin sedikit mambantu anda dalam
menyelesaikan permasalahan yang anda butuhkan yang berkaitan dengan kajian struktural semiotic. Sebagai sarana
dalam mencermati sebuah sajak/puisi. Berikut beberapa saran yang kiranya dapat
bermanfaat bagi semua pihak yaitu :
1)
Mulailah berlatih dengan disertai rasa kemauan yang
kuat terhadap apa yang kita inginkan supaya kita bisa membuat, membaca,
sekaligus mencerna sebuah sajak dengan baik. Baik kepada siapa, kapan saja, dan
dimana saja.
2)
Jangan pernah merasa malu untuk bertanya, dan jangn pernah takut gagal ketika berlatih karena
tidak ada keberhasilan tanpa adanya kegagalan. Milikilah rasa motivasi diri
yang kuat karena dengan motivasi itu mempertandakan kita sudah mulai kearah
yang kita inginkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar, Chairil. 2006. Deru Campur Debu. Jakarta: Dian Rakyat.
Pradopo, Rahmat
Djoko. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
____________2009.
Pengkajian Puisi. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press.
Sayuti. Suminto
A. 2002. Perkenalan Dengan Puisi. Yogyakarta : Gama Media.
Wachid BS,
Abdul. 2009. Analisis Struktural
Semiotik. Yogyakarta : Cinta Buku.