Sabtu, 29 Desember 2012

PELUNCURAN BUKU BKM


Unyil, selaku ketua BKM menyerahkan dua Buah buku kepada Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMRAH yaitu  Drs. H. Abdul Malik M.Pd. Pada acara Launching Buku yang disejalankan dengan Pembukaan Pagelaran Seni Sastra yang di adakan oleh Mahasiswa FKIP UMRAH angkatan 2010 di Gedung Aisyah, Jumat, 14 Desember 2012

 Sepatah Kata dari Ketua BKM
KEGIATAN pagelaran seni sastra yang di adakan oleh Mahasiswa FKIP UMRAH angkatan 2010 di gedung Aisyah pada tanggal 14 Desember 2012, dibuka langsung oleh Drs. H. Abdul Malik M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan.  Yang disejalankan dengan Launching Buku dari BKM.
BKM melaunchingkan dua buah buku,Pertama; kumpulan Puisi, Syair, dan Gurindam yang diberi judul “  LANGKAH BERSAMA MENELUSUR JEJAK” Kedua adalah kumpulan Cerpen dengan judul “ LUKISAN CINTA” seusai Launching Keredaksian BKM membuka setand di pintu masuk Gedung Aisyah. Karya-karya yang ada dalam kedua buku tersebut merupakan karya rekan-rekan Mahasiswa yang pernah masuk kemeja redaksi BKM pada buku Langkah Bersama Menelusur Jejak Terdapat 62 Puisi, 16 Syair, dan 6 Gurindam. Untuk buku Lukisan Cinta terdapat 21 Cerpen. Karya-karya yang diterbitkan pada buku itu mulai dari Edisi 1 sampai Edisi 30.
Stand BKM pada acara pagelaran seni sastra mahasiswa FKIP UMRAH angkatan 2010 di Gedung Aisyah Sulaiman Tanjungpinang 14 s.d 15 Desember 2012
Zuhaimi, Unyil, Candra Prayoga, dan Azmi

              Untuk buku Kumpulan Puisi, Syair, dan Gurindam dijual harga Rp. 20.000,-/buku, kumpulan Cerpen dijual harga Rp. 25.000,-/buku. Stand ini dibuka selama dua hari. Bagi rekan-rekan yang ingin memiliki buku ini bisa menghubungi keredaksian BKM.
 Ketua BKM

KAJIAN WACANA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Wacana merupakan unsur kebahasaan yang relativ paling kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraph, hingga karangan utuh. Namun, wacana pada dasarnya juga merupakan unsur bahasa yang bersifat pragmatis. Apalagi pemakaian dan pemahaman wacana dalam komunikasi memerlukan berbagai alat (piranti) yang cukup banyak. Oleh karena itu, kajian tentang wacana menjadi “wajib” ada dalam proses pembelajaran bahasa. Tujuannya tidak lain untuk membekali pemakai bahasa agar dapat memahami dan memakai bahasa dengan baik dan benar.
Wacana memiliki unsur pendukung yang sangat lengkap dan kompleks. Unsur tersebut terdiri atas unsur verbal (linguistik) dan unsur nonverbal (nonlinguistik). Struktur linguistik wacana merupakan satuan lingual tertinggi dan terlengkap dalam hirarki kebahasaan. Sementara, unsur non linguistik yang melingkupinya mengandung sejumlah besar pengetahuan dan informasi tak terbatas. Hal ini mengisyaratkan, bahwa wacana adalah aspek kajian yang luas, dan bersifat kontekstual.
Kajian wacana berkaitan dengan pemahaman tentang tindakan manusia yang dilakukan dengan bahasa (verbal) dan bukan bahasa (nonverbal). Hal ini menunjukkan, bahwa untuk memahami wacana dengan baik dan tepat, diperlukan bekal pengetahuan kebahasaan, dan bukan kebahasaan (umum).
Berdasarkan kenyataan tersebut, wacana membutuhkan seperangkat pengetahuan yang luas, mendalam dan memadai. Pengetahuan utama yang diperlukan untuk tujuan itu antara lain ialah pengetahuan linguistik, pengetahuan dunia dan pengalaman.
A.    Tujuan dan Kegunaan Makalah
1. Tujuan Makalah
a.       Agar Mahasiswa mangetahui kajian wacana .
b.      Agar mahasiswa mampu mencari solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan wacana.
2.      Kegunaan Makalah
a.       Sebagai syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS) pada mata kuliah Wacana Bahasa Indonesia.
b.      Hasil makalah ini diharapkan dapat dijadikan media untuk menambah dan memperluas khasanah keilmuan, khususnya bagi pengembangan keguruan ilmu pendidikan.
  
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Wacana
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato atau khotbah. Sementara itu, wacana juga dapat diartikan sebagai sebuah tulisan yang teratur menurut urut-urutan yang semestinya atau logis.
Kata wacana merupakan terjemahan dari bahasa Inggris discourse, kata discourse berasal dari bahasa latin discourses, yakni lari kian kemari (diturunkan dari dis-“dari”, dalam arah yang berbeda, currere “lari”. Dari kata tersebut terdapat beberapa pengertian sebagai berikut :
Wacana adalah :
1.         Rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat-kalimat itu.
2.         Kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi serta bersikenambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan atau tulis. (J.S. Badudu 2000)
3.         Focus pada struktur yang secara alamiah terdapat  pada bahasa lisan, sebagaimana banyak terdapat pada wacana seperti percakapan, wawancara, komentar, dan ucapan-ucapan. (Crystal 1987)
4.         Wacana adalah komunikasi kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah pertukaran di antara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal dimana bentuknya ditentukan oleh tujuan sosialnya. (Howthorn 1992)
5.         Wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai dan kategori yang masuk didalamnya; kepercayaan disini mewakili pandangan dunia; sebuah organisasi atau repre sentasi dari pengalaman. (Roger Fowler 1977)
6.         Kadangkala sebagai bidang dari semua pernyataan (statement), kadangkala sebagai praktik regulative yang dilihat dari sejumlah pernyataan.(Foucault 1972)
Menurut Tarigan  yang dimaksud wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata dan disampaikan secara lisan atau secara tertulis (Dalam  Eriyanto, 2005 : 56 )
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut jelas bahwa yang dimaksud wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap yang bisanya merupakan rentetan kata atau kalimat yang koheren dan di sampaikan dalam bentuk lisan atau tertulis dan memiliki bagian awal dan bagian penutup  yang  mempunyai tujuan tertentu, adapun tujuan dari bentuk wacana adalah :
1.      Wacana sebagai satuan bahasa yang paling besar yang digunakan dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan .
2.      Wacana sebagai hasil dan proses, dalam komunikasi secara lisan wacana merupakan proses komunikasi secara lisan yang berupa rangkaian ujaran  dan ujaran ini sangat dipengaruhi oleh konteks karena wacana lisan bersifat tenporer yang fana  (wacana yang di ucapkan cepat hilang ) .
3.      Wacana sebagai penggunaan bahasa dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun secara tulisan, penggunaan bahasanya dapat berupa iklan, drama, diskusi, atau berbentuk makalah .
a.       Etimologi istilah wacana
Istilah Wacana  berasal dari bahasa Sanskerta wac/wak/vak,  yang aertinya berkata, berucap (Douglas, 1976: 266). Dalam kamus bahasa jawa  kuno Indopnesia  kata waca berarti baca, kata u/amaca artinya membaca.
Sekarang istilah wacana banya bermunculan dan digunakan dalam berbagai aspek. Seperti dunia pendidikan formal, budaya, satya wacana, widya wacana dan sebagainya
Dengan berbagai uraian di atas, istilah wacana dapat dimaknai sebagai, ucapan, perkataan,bacaan, yang bersifat kontekstual.
b.      Wacana, discourse, discursus
Kata descours  berasal dari bahasa Latin “descursus” yang artinya ‘ lari kesana kemari’,’lari bolak balik’. Jadi discursus  berarti ‘lari dari arah yang berbeda’.
Webster (1983:522) memperluas makna descoursus sebagai berikut :
1.      Komunikasi kata-kata.
2.      Ekspresi gagasan-gagasan
3.      Risalah tulis, ceramah dan sebagainya.
Dari penjelasan di atas membuktikan bahwa descoursus berkaitan dengan kata, kalimat, atau ungkapan komunikatif, baik secara lisan maupun tulisan.
Descoursus digunakan oleh para ahli bahasa dalam kajian linguistik. Kemudian dikenal istilah descorsus analysis (analisia wacana). Di Indonesia, ilmu tentang analisi wacana berkembang pada pertengahan  `1980-an, seperti analisis bidang antropologi, sosiologi dan ilmu politik (Dede Oetomo, 1993:4).
Unsur pembeda antara “bentuk wacana” dengan “bentuk bukan wacana”adalah pada ada tidaknya kesatuan makna (organisasi semantis) yang di milikinya.

Contoh ; ‘ketika seseorang  si suatu warung makan mengatakan :“ soto, es jeruk, dua”
Ucapan itu dapat dimaknai sebagai wacana karena mengandung keutuhan  makna yang lengkap.
 Alasanya ;
a.       Urutan kata ditata secara teratur
b.      Makna dan amanatbya berkesinambungan
c.       Di ucapkan di tempat yang sesuai  (kontekstual)
d .       Antara penyapa dan. peserta saling dapat memahami makna tuturan singkat tersebut.

Anton M. Moeliono (1988:334) mengatakan bahwa:
Wacana adalah rentetan kalimat  yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan lainnya dalam  kesatuan makna.

Wacana merupakan satuan bahasa terlengkap, yang dalam hirarki ke kebahasaan merupakan suatu gremetikal tertinggi dan terbesar. Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk kata, kalimat, paragraph, atau karangan utuh (buku), yang membawa amanat lengkap (Harimurni Kridalaksana. 1984:208)
HG Tarigan (1987:27) mengatakan bahwa :
Wacana adalah satuan bahasa yang paling lengkap , lebih tinggi  dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis.
c.       Kedudukan wacana dalam linguistik
Kedudukan wacana berada pada posisi paling besar dan paling tinggi (Harimurni Kridalaksana, 1984:334). Wacana sebagai satuan grametikal dan objek kajian  linguistik mengandung semua unsure kebahasaan  yany diperlukan dalam berkomunikasi.
Unsure-unsur satuan kebahasaan dibawahnya seperti fonem, morfem, frase, klausa, atau kalimat.

BAGAN A
Kedudukan Wacana Dalam Satuan Kebahasaan

Wacana
Kalimat
Klausa
Frase
Kata
Morfem
fonem

Bagan a menunjukkan bahwa semakin keatas, suatu kebahasaan akan semakin besar (melebar). Artinya, satuan kebhasaan yang ada di bawah akan tercakup dan menjadi bagian  dari satuan bahasa yang berada di atasnya.
B.     Pengertian Konteks Wacana
Hakikat Konteks
Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa), saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog, atau polilog)
Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.
Konteks wacana terdiri atas berbagai unsure yaitu situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, peristiwa, bentuk amanat, kode, dan saran.
1.      Pembicara
Mengetahui isi pembicara pada suatu situasi akan memudahkan untuk menginterpretasikan pembicaraannya
2.      Pendengar
Kepentingan mengetahui si pembicara sama pentingnya dengan mengetahui si pendengar terhadap siapa ujaran tersebut di tujukan memperjelas memperjelas makna ujaran itu.
3.      Situasi
Konteks kewacanaan yang berupa tempat, waktu, dan peristiwa pembicaraan dilakukan. Termasuk dalan latas ini hubungan antara pembicara dan pendengar, gerak-gerik tubuhnya, roman mukanya. Dengan mengetahui seperti itu mukanya merah karena marah, atau pucat karena takut, waktunya ketika jauh malam, atau pagi-pagi benar akan  akan membuat seseorang memahami makna pembicaraan.
Konteks tersebut sangat berpengaruh dalam penggunaan satuan unsur wacana.(11)“Inikan sudah jam satu. Masak begitu saja tidak siap.” Sebentar lagi lonceng.
Berbunyi. Apa kita harus menunggu di sini. Terlampau! Ayo cepat!
Kalau kita ketahui latarnya, seprti dimuka kelas, jam telah menunjukkan jan 13.00 dan yang berbicara itu marah, hubungannya antara murid dan guru, tentulah dapat kita terka bahwa yang dibicarakan itu soal kerja siswa yang sudah diberi waktu cukup tapi tidak juga selesai.
4.      Waktu
Suatu peristiwa dapat memberikan makna terntu. Dimana suatu tuturan itu berlangsung, di pasar, kantor dan lain-lain. Demikian juga, kapan suatu tuturan itu berlangsung, pagi hari, malam hari, suasana santai, resmi, panas, tegang, dan sebagainya.
5.      Tempat
Tampat dan waktu sangat berhubungan keberadaannya. Dimana kita berada disitulah waktu berkesinambungan.
6.      Amanat
Amanat mengacu pada bentuk dan isi amanat. Bentuk amanat dapat berupa surat, esai, iklan, pemberitahuan, pengumuman, dan sebagainya.
7.      Kode
Kode mengacu kepada ragam bahasa yang digunakan. Kalau salurannya lisan, kodenya dapat dipilih salah satu dialek bahasa yang ada. Lain halnya jika salurannya tulis, maka ragam bahasa bakulah yang digunakan. Pemilihan kode bahasa yang tidak tepat sangat berpengaruh pada efektivitas komunikasi.
8.      Saluran
Bahasa digunakan dengan berbagai cara. Ada yang digunakan secara lisan, ada juga yang digunakan secara tulisan. Lisan dan tulisan merupakan saluran bahasa. Dengan kata lain ada media lisan dan ada media tulisan.
C.    Unsur-Unsur Wacana
Wacana memiliki dua unsur pendukung utama:
1.      Unsur Internal
2.      Unsur eksternal
Unsure internal berkaitan dengan asfek formal kebahasaan, sedangkan unsure eksternal  berkenaan dengan hal di luar wacana itu sendiri.
Kedua unsure diatas membentuk satu kepaduan dalam suatu struktur yang utuh dan lengkap.
1.      Unsur-unsur internal wacana
Unsur internal suatu wacana  terdiri atas satuan kata atau kalimat.
Satuan kata adalah kata yang berposisi sebagai kalimat atau kalimat satu kata. Untuk menjadi satuan wacana yang besar, satuan kata atau kalimat akan bertalian dan bergabung membentuk wacana.
a.      Kata dan Kalimat
Kata pada struktur yang lebih besar merupakan bagian dari kalimat. Sedangkan kalimat merupakan susunan yang terdiri dari beberapa kata yang memiliki pengertian dengan intonasi sempurna. Ada juga satu kalimat terdiri dari satu kata.
Kalimat satu kata adalah bentuk ungkapan atau tuturan terpendek. Kita cenderung bertanya jawab dengan kalimat-kalimat pendek.
Contoh :
*      Kuliah?
*      Enggak.
*      Kemana ?
*      Main.
Fikker (1980:11) menyatakan bahwa:
Kalimat adalah ucapan bahasa yang memiliki arti penuh dan bebas  keseluruhannya ditentukan oleh intonasi (sempurna).

Kebermaknaan suatu kalimat ditentukan oleh ketergantungannya kepada makna kalimat lainnya, yang menjadi rangkaiannya. Sebab pada dasarnya, kata atau kalimat dikatakan bermakna karena mengandaikan adanya unsure lain yang menjadi pasangan ketergantungannya.
Fokker (1980:83) menguraikan dengan jelas sebagaimana kutipan berikut ini :
Meslipun setiap kalimat bisa berdiri sendiri, tetapi dalam kesendirian itu hanya ada sampai batas-batas tertentu. Oleh sebab memang ada pertalian antara kalimat-kalimat itu. Jadi kalimat-kalimat itu pada satu pihak berdiri sendiri, tapi di pihak lain saling tergantung pula satu sama lain. Tiap-tiap kalimat seakan sudah menentukan hadirnya kalimat lain. Biar pun ada kalimat yang tersendiri, ia tetap terkait dalam satu hubungan yang lebih besar, yaitu situasi dimana ia diucapkan. Jadi penyendirian kalimat pada hakekatnya hanyalah nampaknya saja. Bukankah ia pada kenyataannya menjadi bagian dari keseluruhan yang lebih besar, yang tak di ucapkan tetapi ada baik dalam pikiran pembaca/pendengardan seakan-akan menjaga agarkalimat yang bersangkutan “dipahami”?
b.      Teks dan konteks
Istilah teks bisa dimaknakan bahasa tulis, dan wacana bahasa lisan (Dede Oetomo, 1993:4)
Dalam tradisi tulis teks bersifat “monolog noninteraksi”, dan wacana lisan bersifat”dialog intraksi”. Perbedaan kedua istilah terletak pada segi pemakaiannya saja.
Atas dasar perbedaan itulah muncul dua tradisi pemahaman dibidang linguistik. Yaitu “analisis linguistic teks” dan “analisis wacana”. Analisis linguistic teks langsung mengandaikan objek kajiannya berupa bentuk  formal biasa yaitu kosa kata dan  kalimat. Sedangkan analisis wacana mengharuskan disertakan analisis tentang konteks terjadinya satuan tuturan.
2.      Unsur-unsur eksternal
Unsur eksternal wacana adalah sesuatu yang menjadi bagian wacana, (tidak secara eksplisit) sesuatu itu berada diluar wacana. Unsur-unsur eksternal terdiri atas implikatur terhadap unsure-unsur tersebut.
a.       Implikatur
Grice (dalam Soeseno, 1993:30) mengemukakan bahwa :
Implikatur ialah ujaran yang menyiaratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan.
Yang berbeda tersebut adalah maksud pembicara yang tidak dikemukakan secara  eksplisit. Katalain implikatur adalah maksud, keinginan atau ungkapan-ungkapan hati tersembunyi.
Contoh :
Perhatikan percakapan dibawah ini:
b.      Presuposisi
Rika ; Aku belum makan, Bu.
IBU ; Nanti, Nak. Bapakmu belum pulang.
Percakapan antara Rika dan Ibu pada contoh di atas mengandung implikatur, yaitu ‘tidak ada nasi, bahkan mungkin tidak ada uang’( di buktikan dengan “Nanti, Nak Bapakmu belum pulang”). Karena dapat memahami implikatur tuturan Rika, yakni minta makan, sebenarnya ibu menjawab bahwa tidak ada yang bisa dimakan, beraspun tidak ada.
Gottlob Frege (dalam PWJ Nababan, 1987:48) mengemukakan bahwa:
Semua pernyataan memiliki pranggapan, yaitu rujukan atau referensi dasar.

Rujukan inilah yang menyebabkan suatu ungkapan wacana dapat diterima atau dimengerti oleh pasangan bicara yang pada giliranya komunikasi tersebut akan dapat berlangsung dengan lancer.
“Rujukan” itulah yang dimaksud dengan “prannggapan”, yaitu anggapan dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa yang membuat bentuk bahasa menjadi bermakna bagi pendengar atau pembaca.
Contoh :
1.      Athiya murid kelas 3 SD. Dia anak baik.
2.      Athiya bukan murid kelas 3 SD. Dia bukan anak baik.
Praanggapan untuk pernyataan (1) ialah bahwa’ada anak yang bernama Athiya, dia murid kelas 3 SD dan dia anak baik’. Ketika dinegatifkan menjadi kalimat (2), praanggapannya adalah ‘ ada anaka yang bernama Athiya, tetapi ia bukan murid kelas 3 dan dia bukan anak yang baik’’.
c.       Referensi
Referensi adalah hubungan antara kata dengan benda yang dirujuknya. Referensi merupakan perilaku pembicara atau penulis. Jadi, yang menentukan referensi suatu tuturan adalah pihak pembicara sendiri, sebab hanya pihak pembicara yang paling mengetahui hal yang diujarkan dengan hal yang dirujuk oleh ujarannya.
1)      Referensi eksofora (situasional/kontekstual)
Referensi eksofora adalah penunjukan atau interpretasi terhadap kata yang relasinya terletak dan tergantung pada konteks situasional.
Bila interpretasi itu terletak di dalam teks itu sendiri, maka relasi penunjukan itu dinamakan referensi endofora.
Contoh :
Itu Mobil.
Kata “Itu” menunjukan pada “sesuatu” yaitu Mobil. Mobil yang di maksud, “kenderaan roda empat” tidak terdapat dalam teks, melainkan berada di luar teks.
Jadi, referensi eksofora mengkaitkan langsung antara teks dengan sesuatu yang ditunjuk diluar teks tersebut.
2)      Referensi endofora (tekstual)
a)      Referensi endofora anaforis adalah hubungan antara bagian yang satu dengan bagian lainnya dalam teks.
Contoh :
Nabil mendapatkan peringkat satu lagi. Dia memang pintar.
Kata “dia” pada kalimat kedua mengacu pada Nabil, yaitu nama yang telah disebut sebelumnya (pada kalimat pertama). Pola pengacuan masih merujuk pada sesuatu/seseorang yang berada dalam teks. Jadi tidak perlu dicari nama Nabil yang mana.
b)      Referensi endofora katafora adalah bersifat sebaliknya, yaitu mengacu kepada anteseden yang akan disebutkan sesudahnya.
Contoh :
Jenis mobil yang sangat terkenal di Kota Tanjungpinang. Mobil Jazz.
Kata “Jenis mobil” pada kalimat pertama mengacu pada anteseden yang disebut sesudahnya, yaitu “ Mobil Jazz”. Penunjukan itu sekaligus menjadi jawabannya.
d.      Inferensi
Menurut Moeliono (1988:358) inferensi dalam bidang wacana berarti sebagai proses yang harus dilakukan pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat di dalam wacana yang diungkapkan oleh pembicara/penulis. Simpulan atau inferensi  sering harus dibuat sendiri oleh pendengar (pembaca) karena dai belum tau benar apa sebenarnya yang dimaksud pembicara. Karena dibuat sendiri oleh pendengar (pembaca), tidak jarang simpulan itu ternyata salah atau tidak sama persis dengan apa yang dimaksudkan pembicara atau penulis wacana.
Simpulan merupakan proses yang harus dilakukan pendengar (pembaca) untuk memahami makna yang tidak terungkapkan secara harfiah dadalam sebuah wacana ( moeliono,ed.,1988:358). Pendengar (pembaca) harus mampu mengungkap makna, memahami, menafsirkan, dan menyimpulkan makna wacana meskipun makna itu tidak terungkapkan secara eksplisit.

Contoh :
  1. Wah, kereta ekspres Jakarta-Bogor sudah leawt, ya Dik?
  2. Ya. Ibu mau ke Bogor?
  3. Tidak. Ke Bojong
  4. Ibu harus naik kereta lain. Kerepses tidak berarti di setiap stasiun. Tunggu 10 menit lagi Bu
Seorang ibu ingin naik kereta ekspres  ke Bojong, tetapi ia datang terlambat. Dia juga tidak tau kalau kereta itu sudah lewat. Simpulan itu dipertegas oleh jawaban A ketika ditanya “Ibu mau ke Bogor?” jawabnya “tidak, ke Bojong.” proses penyimpulan itulah yang harus dilakukan B( sebagai pendengar) agar ia mendapakan pengetahuan  yang jelas dan benar.
e.       Konteks Wacana
Konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan/dialog. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan, apakah itu berkaitan dengn arti, maksud, maupun informasinya, sangat tergantung pada konteks yang melatarbelakangi peristiwa tuturan itu. Menurut Moeliono (1988:336) dan Samsuri (1987:4), konteks terdiri atas beberapa hal, yakni situasi, partisipan, waktu, tempat, adegan, topic, peristiwa, bentuk, amanat, kode, dan saluran. Konteks yang berkaitan dengan partisipan (penutur wacana) juga sangat berperan dalam memahami makna dan informasi tuturan. Misalnya muncul tuturan berikut ini.
Contoh ;
Saya pingin meliburkan diri. Sudah bosan
Yang mengucapkan tuturan itu adalah seorang mahasiswa, maka sangat mungkin yang dimaksud dengan meliburkan diri adalah “cuti”.
D.    Keutuhan struktur wacana
Keutuhan struktur wacana terdiri atas 2 (dua) bagian yaitu struktur wacana dan aspek-aspek keutuhan wacana.
1.      Struktur wacana
Menurut Halliday dan Hassa (1976:2) mengemukakan bahwa struktur wacana sebagai kesatuan maknawi (semantic) ketimbang sebagai kesatuan bentuk (sintaksis). Suatu rangkaian kalimat dikatakan menjadi struktur wacana bila didalamnya terdapat hubungan emosional (maknawi) antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Sebaliknya, suatu rangkaian kalimat belum tentu bisa disebut sebagai wacana apabila tiap-tiap kalimat dalam rangkaian itu memiliki makana sendiri-sendiri dan tidak berkaitan secara semantis.
2.      Aspek-Aspek Keutuhan Wacana
Wacana yang utuh adalah wacana yang lengkap, yaitu mengandung aspek-aspek yang terpadu dan menyatu. Aspek-aspek yang dimaksud, antara lain adalah kohesi, koherensi, topic wacana, aspek leksikal, aspek gramatikal, aspek fonologis dan aspek semantis. Secara komprehensif dapat dikatakan bahwa keutuhan wacana dapat terjadi dari adanya saling keterkaitan antar dua aspek utama wacana, yaitu teks dan konteks. Unsur kohesi meliputi aspek-aspek leksikal, gramatikal, fonologis, sedangkan unsur koherensi mencakup aspek semantik dan aspek topikalisasi.
a.       Kohesi
Kohesi adalah hubungan semantik atau hubungan makna antara unsur-unsur di dalam teks dan unsur-unsur lain yang penting untuk menafsirkan atau menginterpretasi teks; pertautan logis antarkejadian atau makna-makna di dalamnya; keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang aktif (Moeliono, 1989 : 343).
Kohesi juga bisa dikatakan sebagai pertautan bentuk.
Contoh :
Pak Sali pergi ke kota naik bus kota. Ia pergi membeli sabuk baru. Sabuk yang dibeli pak Sali itu harganya empat puluh ribu rupiah. Hargannya memang agak mahal. Namun demikian, Pak Sali sangat menyukainya.


1)      Aspek-aspek kohesi
a)      Kohesi grametikal
Kohesi grematikal merupakan suatu proses perpaduan yang menghubungkan makna grematikal dengan unsure wacana untuk membentuk kepaduan makna.
1.      Referensi (petunjuk)
Contoh dari referensi ;
Wajah Ayah berseri-seri. Dia yakin akan diterima kerja di perusahaan ternama itu.
2.      Subtitusi (pengganti)
Contoh subtitusi ;
Hari ini Rita tidak masuk kuliah, dia mengirim surat. Di dalam surat yang Ia kirim menyatakan kalau dirinya sakit.
3.      Ellipsis (pelengkap)
Ellepis merupakan salah satu jenis kohesi grametikal yang berupa penghilangan atau pelepasan satuan lingual tertentu. Pelepasan ini digunakan untuk memadatkan kata atau supaya susunan kalimat  menjadi singkat, padat, dan menarik.
Contoh ellipsis
Setiba Eka dirumah, Eka di sapa oleh tetangganya.” Dari mana ? Eka menjawab “ Dari pasar. (padahal Eka tidah hanya ke pasar, dia juga ke Bank, ke rumah neneknya, dan ke laundry).
4.      Konjungsi (kata sambung)
Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara mengubungkan unsur yang satu dengan unsure yang lain dalam wacana.


Contoh konjungsi
Walau hujan, Eva  tetap pergi ke Kampus. Ia tidak mau ketinggalan pelajaran dan ia menergetkan pada semester V ini IP nya 4,00.
b.      Kohesi Leksikal
1)      sinonim (persamaan kata)
Sinonim adalah suatu kata yang memiliki bentuk yang berbeda namun memiliki arti atau pengertian yang sama atau mirip. Sinomin bisa disebut juga dengan persamaan kata atau padanan kata.
Contoh dari sinonom
Bisa = dapat
Riska tidak hanya bisa menyanyi, tapi ia juga dapat menari.
2)      Antonim (lawan kata)
Antonim adalah suatu kata yang artinya berlawanan satu sama lain. Antonim disebut juga lawan kata.
Contoh dari Antonim
Rajin = Malas
Iman anak yang rajin, Ia selalu membantu kedua orang tuanya sementara kakak nya malas. Sehingga banyak tetangga membicarakan kakak Iman.
3)      Hiponim (kata yang berkompeten)
Hiponim yaitu kata-kata yang memunyai hubungan antara makna spesifik dan makna generik.
Contoh dari Hiponim
Riko memelihara beberapa Hewan dirumahnya, ada  Ayam, Kucing, Bebek, Burung, dan kelinci.
4)      Repetisi (pengulangan)
Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk member tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Sumarlam,2003:34) dalam Sumarlam dkk (2004:9).
Contoh dari repetisi
Dialah yang selalu ku rindu dan kutunggu, dialah yang seantiasa kunanti kedatangannya, dan dialah yang ku harap menjadi pendamping hidupku.
5)      Kolokasi (sanding kata)
Kolokasi disebut juga sanding kata
Contoh dari kolokasi
Petani di Bintan terancam gagal panen Padi. Sawah yang mereka garap terendam banjir selama delapan hari.
Pada contoh di atas, Petani berkolokasi secara tepat dengan padi dan sawah sehingga tercipta kohesi wacana.
b)      Koherensi
Koherensi merupakan pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta, dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dihubungkannya.
1)      Hubungan sebab-akibat
Hubungan sebab-akibat yang menyebabkan keutuhan wacana itu adalah kalimat yang satu menjadi sebab dari satu kejadian dan kalimat yang lain menjadi akibatnya.
Contoh :
Hari ini, udara sangat dingin. (sebab) Oleh karena itu, semua orang memakai baju hangat. (akibat)

2)      Hubungan sarana-hasil
 Contoh :
Tim Gajah Mada sangat kompak dan cerdas, memang tidak bisa dipungkiri, mereka berlatih dengan sungguh dan disiplin.
3)      Hubungan alasan-sebab
Contoh :
Kelas C.8 harus giat berlatih dan menjunjung kekompakan, jika tidak akan gagal dalam pelaksanaan pagelaran seni antar kelas C akhir Desember nanti.
4)      Hubungan sarana-tujuan
Contoh :
Kamu harus gigih dan pantang menyerah untuk menyelesaikan kuliahmu. Kamu harus ingat tujuan kedatangan kamu, yakinlah kamu nanti bakal menjadi orang yang sukses.
5)      Hubungan latar-kesimpulan
Contoh :
Rumah Pak Suhardi sudah sangat lama berdiri. Tetapi masih kelihatan bagus. Karena Pak Suhardi rajin merawatnta.
6)      Hubungan kelonggaran-hasil
Contoh :
Bu Aisyah sudah lama menekuni bisnis antar wilayah. Tetapi Bu Aisyah selalu gagal.
7)      Hubungan syarat-hasil
Contoh :
Berlatihlah dan berjuanglah dengan gigih dan disiplin, kamu pasti menjadi pemenang yang handal.

8)      Hubungan perbandingan
Membandingkan sesuatu dengan yang lain adalah salah satu cara untuk melengkapi wacana.
Contoh :
Hubungan Rio dan Sitah kandas, karena Rio orang miskin sedangkan Sitah anak orang terkaya di daerah ini.
9)      Hubungan parafrastis
Parafrastis adalah pengungkapan sebuah kalimat dengan cara yang lain.
Contoh :
Semua sudah saya kerjakan. (Menyuci, menyapu dan memasak)
10)  Hubungan amplifikasi
Amplifikasi adalah penguatan suatu bagian kalimat lain. Penguatan ini dimaksudkan agar apa yang kita ucapkan dalam kalimat pertama  lebih dipercaya.
Contoh ;
Anak itu sangat pandai. Dia selau meraih peringkat pertama di kelasnya. Bahkan Dia pernah peringkat pertama di Olimpiade Internasional.
11)  Hubungan aditif waktu (simultan dan beruntun)
Contoh :
1.      Biarkan dia istirahat. Saya akan carikan obat untuknya (simultan)
2.      Kami sudah kuliah selama empat tahun, dan akan diwisuda setelah itu menjadi serjana dan mendapat pekerjaab tetap
12.  Hubungan aditif non waktu
Contoh :
Para siswa itu nakal? Atau guru kurang adil?
 13.  Hubungan identifikasi
Contoh :
Tidak pernah menempuh pendidikan formal bukan berarti bodoh. Kenal Hamka? Ahli bahasa. Ahli sejarah itu tidak pernah menempuh pendidikan formal.
14.  Hubungan generik-spesifik
Contoh :
Paras Ayu  rupawan. Wajahnya cantik, rambutnya bagaikan mayang terurai, bibirnya bak delima merkah senyumnya sangat menawan. Apalagi ditambah tutur bahasanya sopan.
15.  Hubungan ibarat
Contoh ;
Ijal dan Ifan setiap hari berkelahi, bagaikan Anjing dengan Kucing.

 BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari Bab II (dua) diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa dapat ditemukannya gejala topikalisasi wacana pada informasi dalam setiap kalimat (paragraph) berhubungan dengan informasi dalam kalimat (paragraph) lainnya dan memiliki unsure-unsur kohesi, koherensi. Keberadaan aspek-aspek pengutuh wacana tersebut berfungsi mempertalikan bagian-bagian wacana sehingga terbentuklah struktur wacana (bentuk dan makna) secara utuh dan padu.
B.     Saran
1.      Setiap makalah yang mengarah pada analisis wacana kiranya perlu dilakukan pembatasan-pembatasan, dengan harapan agar diperoleh hasil makalah yang rinci, mendalam, dan sebagai acuan.
2.      Sebagai bahan acuan bagi mahasiswa yang ingin menyusun makalah tentang wacana.
 DAFTAR PUSTAKA

Anita Kusumawardani. 1994. “Analisis Wacana” dalam DIKSI No.4 th II. Yogyakarta : FBS UNY.
Anton  M. Moeliono (ed). 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Fokker, AA. 1960. Sintaksis Indonesia. Jakarta : Pranja Paramita.
Hamid Hasan Lubis. 1993. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.
HG Tarigan. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung : Angkasa.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Samsuri. 1988. Analisis Bahasa. Jakarta : Erlangga.