Senin, 13 Juni 2011

Nilai Filosofi, Makna Pakaian Melayu Kepri

Fhoto bersama seusai memperagakan berpakaian baju kurung melayu di Pamedan. Kami Mahasiswa/i UMRAH. Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (B. Indonesia) di bawah bimbingan Ibu Dra.Tety Kurmalasari, M.Sc. selaku Dosen mata kuliah Tradisi Melayu. bila berbicara masalah tradisi maka, banyak sekali yang dapat dibicarakan namun pada kesempatan ini kita akan membicarakan masalah pakaian baju kurung dan tata cara pemakaiannya.

Dalam Budaya Melayu kita mengenal tiga jenis pakaian yang biasa dipakai oleh orang melayu laki-laki.
1. Baju kurung gunting Cina
2. Baju kurung teluk Belang
3. Baju kurung cekak musang
Dilihat dari nama ketiga baju ini saja kita sudah dapat menilai bahwa melayu mempunyai ciri khas tersendiri. Apa yang tesirat dibalik nama tersebut, sebelum kita menjelas secara detail mari kita lihat dulu empat orang pemuda yang telah memperagakan dan menguraikan tata cara berpakaian baju kurung tersebut.

 Empat sekawan ini merupaka peserta yang kedua dalam memperagakan tata cara berpakaian melayu, fhoto ini di ambil seusai penampilan kami.

Nilai Filosofi, Makna Pakaian Melayu Kepri

Suatu karya seni disebut indah apabila pertama dibuat dengan baik dan kedua mempunyai makna. sebagai suatu hasil kebudayaan, Baju Melayu Kepulauan Riau idealnya hendaklah molek dilihat dari jauh dan molek pula dipandang dari dekat, indah menurut pemandangan mata dan hati, dibuat dengan baik dan mempunyai makna-makna yang terkandung dalam lambang-lambang.
Bagi orang Melayu, pakaian selain berfungsi sebagai penutup aurat dan pelindung tubuh dari panas dan dingin, juga menyerlahkan lambang-lambang. Lambang-lambang itu mewujudkan nilai-nilai terala (luhur) yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya.
Dengan bersebatinya lambang-lambang budaya dengan pakaian, kedudukan dan peran pakaian menjadi sangat mustahak dalam kehidupan orang Melayu. berbagai ketentuan adat mengatur tentang bentuk, corak (motif), warna, pemakaian, dan penggunaan pakaian. Ketentuan-ketentuan adat itu diberlakukan untuk mendidik dan meningkatkan akhlak orang yang memakainya.
Pakaian Melayu dari ujung kaki sampai ke ujung rambut ada makna dan gunanya. ”Semuanya dikaitkan dengan norma sosial, agama, dan adat-istiadat sehingga pakaian berkembang dengan makna yang beraneka ragam. Makna pakaian melayu juga dikaitkan dengan fungsinya, yaitu pakaian sebagai penutup malu, pakaian sebagai penjemput budi, dan pakaian sebagai penolak bala.
Pada kaum laki-laki terdapat tiga jenis pakaian adat melayu. Pertama, baju melayu cekak musang yang terdiri dari celana, kain dan songkok. Baju ini biasa digunakan pada acara-acara keluarga seperti kenduri.
Kedua baju melayu gunting cina, baju ini biasa digunakan dalam sehari-hari dirumah untuk mengadakan acara yang tak resmi. Dan ketiga, baju melayu teluk belanga, baju ini terdiri dari celana, kain sampin dan penutup kepala atau songkok.
Sedang pakaian kaum perempuan ada dua yaitu pertama baju kurung, yang terdiri atas kain, baju dan selendang. Selendang dipakai dengan lepas di bahu dan biasanya tak melingkar di leher pemakai. Dan kedua, baju kebaya labuh, ynag terdiri atas kain, baju dan selendang.
Panjang lengan baju kira-kira dua jari dari pergelang an tangan sehingga gelang yang dikenakan kaum perempuan kelihatan. Lebar lengan baju kira-kira tiga jari dari permukaan lengan. Kedalaman baju bervariasi dari sampai batas betis atau sedikit ke atas.
Bagi perempuan dalam berpakaian dilengkapi dengan siput (sanggul) yang terdiri atas tiga macam yaitu, siput tegang, siput cekak, dan siput lintang. dan tudung atau penutup kepala.

Kita lanjut pembicaraan kita.
1. Baju kurung gunting Cina
Pakaian ini dikenakan sehari-hari dirumah, pakaian santai, pakaian biasa.
2. Baju kurung teluk belanga.


Baju kurung Teluk Belanga mempunyai leher berbentuk bulat dan belahan di hadapan sepanjang lima inci. Pada keliling tebukan leher baju, dilapik dengan kain lain dan dijahit Lembat halus, manakala pada bahagian pinggir bulatan itu dijahitkan Tulang belut halus. Pada bahagian pangkal belahan dibuat tempat pengancing baju iaitu Rumah kancing dengan menggunakan jahitan benang yang dinamakan jahitan Insang pari.

Potongan lengan baju ialah panjang dan longgar serta berkekek sapu tangan atau berkekek gantung. Potongan bahagian badan pula lurus dan kembang di bawah.  Baju ini biasanya dipakai dengan lehernya dikancing dengan satu butang. Biasanya butang yang digunakan berwarna emas atau perak atau berbatu berlian atau batu lain yang bernilai. Jika kancing yang digunakan diikat dengan sebiji batu dipanggil sebagai kancing Garam sebuku dan jika diikat dengan beberapa batu dipanggil kancing Kunang-kunang sekebun.
2. Baju kurung cekak musang.

Menurut buku Pakaian Patut Melayu, baju kurung ini telah diperkenalkan pada tahun 1930-an oleh Tuan Haji Osman (juga dikenali sebagai Tuan Busu) yang tinggal di Teluk Belanga.
Baju ini dipengaruhi oleh baju gamis atau kamis (jubah jemaah haji). Tuan Busu telah memendekkan jubah hingga ke paras punggung dan diubahsuai mengikut bentuk baju kurung Teluk Belanga. Baju kurung ini berbentuk seperti baju kurung Teluk Belanga, kecuali bahagian lehernya tegak dan bahagian belah baju dihadapannya tertutup. Bahagian leher baju ini dikancing dengan tiga, lima, tujuh atau sembilan butir butang. Pada masa sekarang baju kurung versi lelaki lebih dikenali dengan nama baju Melayu. Baju ini juga pernah dicatatkan dalam buku Life and Customs oleh R.O. Winstedt yang dipetik daripada Logan, J. I. A. cetakan tahun 1909 mengenai baju yang dinamakan Baju kurung Chikah Munsang.

Didalam berpakaian baju kurung ini tidak akan sempurana bila tidak disertai dengan kain samping dan tanjak. buat sementara disini baru di muat gambaran umum, karena dalam tradisi berpakaian ini syarat makna jadi semua memiliki makna tersendiri mulai dari bentuk, warna, corak motif, dan lainnya. rinciannya akan dimuat pada lain waktu. 

Rabu, 08 Juni 2011

Batu Sindu

Batu Sindu adalah salah satu batu yang memiliki lagenda tersendiri. mau tahu ceritanya nati saya akan saya mautkan.

Natuna Gerbang Utaraku (MAN)

 
Gambar-ganbar ini saya ambil dari beberapa situs web yang ada.

Masjid Agung Natuna masih berupa kerangka Bangunan. MA ini dibangun olet PT Duta Graha, para pekerja saat ini bekerja pada siang dan malam hari, mengingat masjid ini mau dipakai untuk acara MTQ II Provinsi Kepri bulan juni tahun 2008. kalau dihitung-hitung tingal beberapa bulan lagi, sementara bangunan masjid belum rampung.


Inilah tempat yang akan berlangsungnya acara MTQ II Provinsi Kepri yang menelan dana Rp17,5 miliar.
Akhirnya Masjid Agung Natuna hampir rampung, meski acra MTQ II Provinsi sudah dilaksanakan pada bilan juni 2008, lalu berhunung kondisi Masjid Agung Natuna belum ramping maka acara MTQ nya di laksanakan di halaman depan MA.
Ini adalah gerbang utama Masjid Agung


Masjid Agung Natuna baru diresmikan oleh Bupati Natuna Drs.H Daeng Rusnadi,M.Si pada tanggal 04 April 2009.  Selain sebagai tempat ibadah masyarakat Natuna, mesjid ini juga di gunakan even besar budaya dan keagamaan seperti MTQ, Natuna Art dan lain sebagainya.


Masjid Agung Natuna dibiayai oleh APBD ini menghabiskan biaya tidak kurang dari EMPAT RATUS MILYAR RUPIAH (RP 400.000.000.000,00). ada yang  mengatakan bahwa kemegahan Masjid Agung Natuna ini jauh melebihi Masjid Kubah Emas Dian Al Mahri di Depok.
Betapa indah dan megah dilihat dari dekat, terlebih jika kita masuk ke dalam. Lokasi tempat wudhu ada di ruangan yang terletak dibawah, jadi ketika menaiki tangga untuk menuju pelataran masjid, kita diharuskan untuk menuruni tangga lagi untuk mengambil wudhu.  Untuk tempat wudhu laki-laki ada disebelah barat, sementara untuk tempat wudhu perempuan ada disebelah timur.
Dari tempat mengambil wudhu, kita harus naik lagi untuk menuju ruangan utama masjid. Ketika memasuki ruangan utama masjid terlihat sekali bahwa masjid ini begitu besar. Masjid yang penuh simbol dengan perikehidupan Nabi Muhammad SAW, enam kubah yang ada di puncak melambangkan Rukun Iman.


Jika dilihat dari dalam masjid ini terbentang hamparan karpet merah dalam shaf-shaf yang rapi serta ornamen dalam masjid yang indah sekali. Sementara depan dan mimbar khotib terlihat natural dengan ukiran kayu yang catnya yang berwarna coklat. Beberapa shaf bagian depan khusus untuk jamaah laki-laki sementara untuk jamaah wanita ada dibagian agak belakang tak jauh dari shaf di depan dengan pembatas kayu yang tingginya tak lebih dari 1 meter. Pintu utama bermotif ukiran pun terlihat sangat besar.
Jika dilihat dari luar akan tampak Kubah Utama masjid ini dengan beberapa kubah kecil disekelilingnya dan 4 menara masjid di keempat sisinya. Namun, bukan hanya karena keluasan dan keindahan desainnya saja, tetapi juga lantaran sejak awal pembangunannya di niatkan menjadi “Center of Excellent” atau pusat kebajikan, seperti pesantren dan perpustakaan.



Masjid ini letaknya tak jauh dari pusat kota Ranai. Pemandangan Gunung Ranai menjadi latar belakang Masjid Agung Natuna ini. lokasi masjid ini pun agak jauh dari jalan utama menuju Ranai, dan juga kita bisa melihatnya dari pesawat yang akan mendarat di Bandara Ranai. Masjid ini terlihat megah sekali, apalagi saat dilihat dari dekat. Tidak sulit untuk menuju masjid ini, dari pusat kota Ranai kita harus menuju ke arah utara kurang lebih 2 kilometer. Letaknya di kaki Gunung Ranai. Dari jalan utama kita harus masuk lagi kedalam kurang lebih 1 kilometer tapi dari jalan ini sudah tampat bangunan masjid yang berkubah hijau dengan menara-menara disekelilingnya.
Kawasan sekitar masjid Natuna juga akan dilengkapi dengan Asrama Haji, Gedung Pertemuan, Gedung Pendidikan, Gedung Komersial, Plaza serta taman kota dan untuk saat ini sebagian bangunan di sekitar mesjid ini telah di tempati sebagai area perkantoran pemerintah Kabupaten Natuna.




kita bisa melihat sendiri betapa indahnya suasana malam di Masjig Agung Natuna ini, hati siapa tak tergiur untuk pergi kemasjid Agung ini.

Ini adalah salah satu Kampus yang berada di lokasi MAN, kampus ini kepunyaan STAI

Minggu, 05 Juni 2011

MEMAHAMI DAN MENGHARGAI PERIBAHASA


 
Nama                           : Unyil
Nim                             : 100388201025
Kelas                           : C.8
Mata Kuliah                : Membaca Lanjut
Semester                      : II (dua)
Program Study            : Bahasa Indonesia
Dosen Mata Kuliah     : Erwin Pohan,S.Pd,M.Pd




ARTIKEL 3:
1.      Pendahulan
Peribahasa merupakan hasil sastra Indonesia lama yang masih sering kita temui samapai sekarang tidak seperti halnya mantra, syair dan gurindam. Masing-masing bangsa pasti mempunyai peribahasa seperti bahasa Inggris dikenal dengan Proverb, bahasa Belanda dikenal Spreekwoord dan bahasa Arab dikenal Matsal.
Kedudukan peribahasa sangat penting. Karena, kita bisa mengenal watak suatu bangsa bisa melalui peribahasanya.
2.      Kedudukan dan Peranan Peribahasa
Peribahasa sering dipakai dan dijadikan bahan pidato sewaktu upacara adat, nasehat-menasehati. Sering kita mendengar “Bila guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari” peribahasa seperti ini melampiaskan tidak-tanduk seorang guru akan diikuti oleh muridnya. Bila gurunya kerjanya ugal-ugalan, maka muridnya akan lebih dari itu. Maka hati-hatilah bila telah menjadi guru nanti.
Peribahasa bukan hanya sekedar mutiara bangsa, bunga bangsa, tetapi juga suatu kalimat yang mimiliki pengertian yang dalam dan luas. Disampaikan dengan cara yang halus berupa kiasan. Peribahasa memiliki nilai yang universal. Artinya berlakubagi semua orang dan sepanjang zaman. Seperti peribahasa “ Adakah dari telaga yang keruh mengalir air yang jernih”.
Peribahasa diartikan atau ditapsirkan, seperti: perkataan dan perbuatan yang jahat itu biasanya berasal dari orang yang jahat, sebaliknya perkataan yang halus dan budi pekerti yang mulia atau orang yang baik.
Peribahasa dapat juga diartikan kebiasaan atau perumpamaan yang tepat, halus, dan jelas. Serta mempunyai kedudukan penting. Peribahasa dijadikan sebagai nasehat, baik berupa sindiran maupun pujian. Dikenal juga sebagai bahasa diplomasi.
a.      Nasehat
Peribahasa sebagai nasehat.
Contohnya:
i.        “ kalah jadi abu, menang jadi arang”
Nasehat ini ditujukan kepada orang yang sedang bersengketa supaya berdamai.
ii.      “ ketika ada jangan dimakan, telah habis maka dimakan”
Nasehat ini ditujukan kepada orang yang boros agar menjadi hemat. Dengan maksud selagi ada penghasilan, uang yang disimpan jangan di belanjakan, apabila tidak berpenghasilan baru uang yang disimpan digunakan.
b.      Sindiran atau cacian halus
 Hal Nasehat yang berupa sindiran biasanya orang menggunakan peribahasa yang khusus hal ini bertujuan agar perkataan yang keluar tidak terdengar kasar dan tajam.
Contohnya;
i.        Nasehat kepada orang yang tidak tetap pendiriannya,” bagaikan air didaun talas.
ii.      Nasehat kepada orang yang sombong, berilmu namun congkak. “ tongkosong nyaring bunyinya”.
c.       Pujian
Pujian yang disampaikan dengan peribahasa, terasa enak bila didengar, halus, soapan serta menyenangkan hati.
Contoh: “ Bagaikan Aur dengan Tebing” pujian buat orang yang bersahabat karib.
“ Bagaikan Pinang dibelah Dua” pujian kepada pasangan yang serasi.

d.      Bahasa Diplomasi
Diplomasi maksudnya, bahasa yang indah, kalimat yang singkat, tepat serta dalam maknanya yang disampaikan secara kiasan.
Contohnya : dalam pidato adat pada upacara perkawinan dan lain-lain.
Nasehat kepada mempelai laki-laki “ jangan digenggam bagai bara, terasa hangat dilepaskan”. Artinya jangan memakai sesuatu hanya ketika senangnya saja, bila dating kesusahan tidak mau.
3.      Mengenali sifat dan watak melalui peribahasa
Peribahasa dapat melambangkan watak dan sifat suatu bangsa. Sifat yang tercermin dalam peribahasa. Seperti;sifat hemat, tidak membuang-buang waktu dengan percuma. Yang kita kenal “ bergalah (berkayuh), hilir tertawa buaya, bersuluh dibulan terang tertawa harimau.
Demikian pula watak suatu bangsa dapat dilihat dalam peribahasa. Lagak Padang, Omong Betawi, Tipu Aceh.
4.      Menerjemahkan Peribahasa
Peribahasa yang bersifak khusus di artikan peribahasa yang menggambarkan sifat atau watak khusus suatu golongan masyarakat. Peribahasa yang bersifat universal berlaku untuk umum semua orang dan segala zaman.
5.      Kesimpulan dan saran
Peribahas merupakan kekayaan budaya kita yang patut kita jaga dan kita lestarikan.

                                                                    Tanjung Pinang, 10 Mei 2011

  Unyil

Sabtu, 04 Juni 2011

BERBICARA SEBAGAI SUATU CARA BERKOMUNIKASI

                                 BERBICARA SEBAGAI SUATU CARA BERKOMUNIKASI
M A K A L A H

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Semester Pada Mata Kuliah Berbicara

DOSEN PEMBIMBING : Drs.Darwis, M.Pd


 
Oleh:

UNYIL
KELAS : C.8
NIM  : 100388201025






FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI (UMRAH)
TANJUNG PINANG
2011




KATA PENGANTAR


            Alhamdulillah, dengan segala puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya dan Shalawat serta salam kepada Junjungan Alam Nabi Besar Muhammad SAW, sehingga saya dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “ BERBICARA SEBAGAI SUATU CARA BERKOMUNIKASI”.
            Dengan selesainya makalah ini, saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1.      Drs.Darwis, M.Pd selaaku dosen pengajar mata kuliah Berbicara.
2.      Rekan-rekan mahasiswa/i Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Jurusan Bahasa Indonesia UMRAH Tanjungpinang Angkatan 2010-2011.
Saya sangat menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kekeliruan, untuk itulah Saya mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna menuju kesempurnaan penulisan makalah ini.
Demikianlah makalah ini saya buat, dengan kata-kata “Tiada Gading Yang Tak Retak”, karena manusia tidak luput dari kesalahan, manusia hanya bisa berencana tetapi Allah SWT juga yang menentukan dan dengan harapan makalah ini dapat bermanfaat dan menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi mereka yang memerlukan. Wassalam.




                                                              
                                                                      Tanjung pinang, 24 Mei 2011


                                                                                    PENULIS 








BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berbicara dan berkomunikasi merupakan suatu rangkaian aktivitas yang kita lakukan setiap hari boleh dibilang dari bagun tidur sampai tertidur lagi, bahkan dalam tidur pun sering kita berbicara. Seperti ketika kita bermimpi tak jarang kita melakukan pembicaraan dalam mimpi tersebut. Artinya berbicara merupakan hal terbesar yang dimiliki oleh manusia dalam berinteraksi sesama makhluk di muka bumi ini terutama manusia.
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Sebagai jembatan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya adalah komunikasi. Komunikasi merupakan hal terpenting dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tanpa berkomunikasi kita tidak akan bisa berhubungan dengan orang lain. Untuk bisa berkomunikasi dengan baik dan benar kita harus terampil berbicara. Untuk bisa berbicara kita mesti belajar terlebih dahulu terhadap suatu bahasa tertentu. Karena bahasa merupakan dasar utama bagi seseorang untuk bisa berbicara baik secara verbal maupun nonverbal.
B.     Tujuan dan Kegunaan Makalah
1.      Tujuan Makalah
a.       Untuk mengetahui tujuan berbicara supaya efektif.
b.      Untuk mengetahui mengapa berbicara dikatakan  sebagai suatu cara berkomunikasi.
2.      Kegunaan Makalah
a.       Sebagai syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Semester.
b.      Hasil makalah ini diharapkan dapat menjadi media untuk menambah dan memperluas khasanah keilmuan, terkhususnya bagi pengembangan keguruan ilmu pendidikan.


BAB II
BERBICARA SEBAGAI SUATU CARA BERKOMUNIKASI

Berkomunikasi memang sangatlah penting bagi kelangsungan hidup, terutama dalam lingkungan sosial, agar diterima di masyarakat kita harus pandai dalam hal berkomunikasi, salah satunya melalui berbicara. Berbicara merupakan bentuk komunikasi manusia yang paling esensial, yang membedakan kita sebagai suatu spesies. Tidak semua makhluk dapat berbicara, begitu juga dengan manusia, walaupun manusia mempunyai kelebihan dapat berbicara, tidak banyak manusia yang memanfaatkan kelebihan itu, banyak individu yang takut berbicara. Dalam konteks ini, takut berarti takut kalau mengatakan atau berbicara hal yang salah (tidak sesuai dengan kondisi) atau juga sebenarnya mereka mengatakan hal yang benar tetapi menyampaikan dengan cara yang salah. Hal-hal seperti itu yang membuat individu berprinsip lebih baik diam dan dianggap bodoh daripada membuka mulut tetapi ditertawakan banyak orang.
A.    Berbicara
Berbicara  adalah proses individu berkomunikasi dengan lingkungan masyarakat untuk menyatakan dan sebagai anggota masyarakat. Serta berbicara merupakan salah satu aspek dari keterampilan berbahasa. Tapi dalam pengertian berbicara yang komplek, bertujuan dan terstruktur dalam kegiatan ilmiah, maka berbicara masih sangat jarang digunakan. Tarigan (1981:15) mengatakan bahwa : “Berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantis, dan linguistik yang sangat intensif.”
Jadi menurut pendapat Tarigan tersebut dapat disimpulkan bahwa berbicara berkaitan dengan suatu prilaku manusia yang berkaitan dengan fisik serta jiwa yang sehat sehingga bisa memahami makna yang terkandung dalam suatu bahasa yang sempurna.
Berbicara itu seperti bermain golf, mengendarai mobil, atau mengelola toko, semakin sering melakukannya, semakin mahir jadinya, dan semakin senang melakukannya, semua orang mempunyai kemampuan berbicara. Kemampuan tersebut dapat menjadi sebuah keahlian apabila kemampuan itu diasah dan dikembangkan. Bagi sebagian orang, berbicara tidaklah mudah. Kunci dari semua itu adalah Jujur dan terbuka, dengan kejujuran orang yang kita ajak bicara akan merasakan perasaan dan keadaan kita. Dengan sikap terbuka serta jujur mengenai latar belakang kita terhadap lawan bicara, kita tidak perlu khawatir berbicara kepada orang itu, karena kita sudah terbuka dan jujur sehingga percakapan itu memberikan kebebasan dan kita juga akan mendapatkan rasa hormat dari orang yang kita ajak bicara selanjutnya kita akan merasa nyaman dan lancar dalam berkomunikasi.
Keterampilan berbicara sangat berkaitan dengan pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan salah satu alat untuk berkomunikasi gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penyimak atau pendengar. Pembicaraan yang memiliki kemampuan menyampaikan gagasan secara efektif, sebaiknya mempunyai kemampuan berbicara dan keterampilan berbicara memadai. Arsyad (1988:17) mengatakan bahwa : “Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapakn kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan atau perasaan.” Jadi berdasarkan pendapat Arsyad tersebut kemampuan berbicara dapat dikuasai dengan baik, apabila memiliki kedewasaan dalam berbicara.
Kedewasaan pribadi dalam berbicara tersebut sebagaimana yang dikatakan oleh Powers (Tarigan, 1981:19) memiliki empat ciri yaitu dapat  menunjukkan pribadi dewasa dan terampil berbicara antara lain :
“1. Keterampilan sosial menuntut agar pembicara memperhatikan empat hal yaitu bahwa berbicara harus memperhatikan apa yang dikatakan, bagaimana mengatakan, kapan mengatakan, dan kapan tidak perlu menyampaikan sesuatu pembicara kepada penyimak.
2.      Keterampilan semantik adalah kemampuan untuk mempergunakan kata-kata dengan tepat dan penuh perhatian. Untuk memperoleh kemampuan semantik, pembicara harus memiliki pengetahuan yang luas tentang makna dan ketetapan penggunanya. Suatu pembicara akan lebih diterima penyimak apabila pembicara mengetahui tentang keterampilan semantik.
3.      Keterampilan fonetik adalah kemampuan membentuk unsur-unsur fonetik secara tepat.
4.      Keterampilan vokal adalah kemampuan untuk menciptakan efek emosional yang diinginkan dengan suara pembicara, keterampilan vokal ini berkaitan dengan kemampuan pembicara untuk berbicara dengan suara yang jelas dan tepat.”

Sebagaimana Hallim (1974:67) mengatakan bahwa :

“Keefektifan berbicara juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, lafal atau ucapan dan pola-pola intonasi serta tekanan, penguasaan tata bahasa, kosa kata, kelancaran dan kefasihan dan pemahaman. Faktor-faktor tesebut menjadi sangat efektif apabila pembicara juga memperhatikan hal-hal yang bersifat kebahasaan dan hal-hal yang berhubungan dengan non kebahasaan.”

 Arsyad, (1988:17-22) juga menyebutkan bahwa :

“Faktor kebahasaan meliputi: kejelasan dan kekuatan vocal, kelancaran pengujaran, kefasihan pengucapan, variasi gaya retorik, dan variasi intonasi, ketetapan pilihan kata (diksi). Sedangkan faktor non kebahasaan meliputi: kepaduan pembicaraan, keulesan kinesik, penguasaan bahan, ketuntasan pembicaraan, efisiensi waktu”.

Jadi menurut pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa berbicara itu memerlukan suatu keterampilan untuk mencapai kedewasaan pribadi, serta  harus memiliki keefektifan berbicara supaya efektif apabila pembicara memperhatikan faktor-faktor yang bersifat kebahasaan dan hal-hal yang berhubungan dengan faktor-faktor non kebahasaan.
Adapun fungsi berbicara dalam kehidupan yaitu:
1.      Sebagai alat melahirkan berbagai perasaan;    ungkapan kasih sayang, rasa kagum, heran, dan senang.
2.      Sebagai alat komunikasi; memperlancar pergaulan,    melahirkan gagasan, ide, kreatifitas, menambah pengetahuan dan sebagainya.
B.     Berkomunikasi
Berkomunikasi adalah hal yang penting dalam hubungan antara manusia, bahkan di masa kini, komunikasi sangat menentukan sukses tidaknya seseorang dalam segala sisi kehidupan. Rasulullah SAW adalah seorang komunikator yang handal. Seorang teladan luar biasa yang sepantasnya kita tiru. Berikut ini adalah beberapa tips yang diangkat dari teladan beliau dalam berkomunikasi seperti Rasullullah SAW adalah sosok yang fasih berbicara. Sedikit bicara namun penuh makna, mudah dimengerti, dan tidak menyinggung perasaan orang yang diajak berbicara.
Tujuan  kita  berkomunikasi  kepada  lawan  bicara  adalah  untuk  menyampaikan pesan  dan  menjalin  hubungan  sosial  (social  relationship). Dalam  penyampaian pesan  tersebut biasanya digunakan   bahasa verbal baik  lisan atau  tulis, atau non verbal  (bahasa  isyarat)  yang  dipahami  kedua  belah  pihak, pembicara  dan  lawan bicara.
  Sedangkan  tujuan  komunikasi  untuk menjalin  hubungan  sosial  dilakukan dengan  menggunakan  beberapa  strategi.  Misalnya,  dengan  menggunakan ungkapan kesopanan (politeness), ungkapan implisit (indirectness), basa-basi (lips service) dan penghalusan istilah (eufemisme). Strategi  tersebut  dilakukan  oleh  pembicara  dan  lawan  bicara  agar  proses
komunikasi  berjalan  baik  dalam  arti  pesan  tersampaikan  dengan  tanpa merusak hubungan  sosial  diantara  keduanya. 
Dengan  berlaku  demikian  setelah  proses komunikasi  selesai  antara  pembicara  dan  lawan  bicara mempunyai  kesan  yang mendalam, misalnya, kesan simpatik, sopan, ramah, dan santun. Namun demikian untuk  mencapai  dua  tujuan  komunikasi  tersebut  ternyata  tidak  mudah.  Bahkan seringkali  prinsip-prinsip  komunikasi  sering  berbenturan  dengan  prinsip-prinsip kesopanan  dalam  berbahasa. Disatu  sisi  kita  diharuskan  untuk mematuhi  prinsip komunikasi  agar  tidak  terjadi  kesalahpahaman,  tetapi  disisi  lain  kita  harus melanggar prinsip-prinsip tersebut, dengan berbasa-basi, untuk menjaga hubungan sosial.
Istilah komunikasi dari bahasa Inggris communication, dari bahasa latin communicatus yang mempunyai arti berbagi atau menjadi milik bersama, komunikasi diartikan sebagai proses sharing diantara pihak-pihak yang melakukan aktifitas komunikasi tersebut. Komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya. Webster’s New Collegiate Dictionary edisi tahun 1977 antara lain menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.
1. Pengertian Komunikasi
Menurut Kelley (1953:110) menyebutkan bahwa : ”Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak).”
Sebagaimana Steiner (1964:67) mengatakan bahwa : ”Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain.”
Gode (1959:98) menyebutkan bahwa : “Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari yang semula dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih.”
Menurut Barnlund (1964:112) mengatakan bahwa : “Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego.”
Menurut Ruesch (1957:77) menyebutkan bahwa : “Komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan.” Dan menurut Weaver (1949:123) juga mengatakan bahwa : ”Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya.”
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian pertama menjelaskan penyampaian stimulus hanya dalam bentuk kata-kata dan pada pengertian kedua penyampaian stimulus bisa berupa simbol-simbol tidak hanya kata-kata tetapi juga gambar, angka dan lain-lain sehingga yang disampaikan bisa lebih mewakili yaitu termasuk gagasan, emosi atau keahlian. Pengertian pertama dan kedua tidak bicara soal media atau salurannya, pengertian ke tiga dari lasswell melengkapinya dengan komponen proses komunikasi secara lebih lengkap. Pengertian ke-empat dan seterusnya memahami komunikasi dari konteks yang berbeda menghasilkan pengertian komunikasi yang menyeluruh mewakili fungsi dan karakteristik komunikasi dalam kehidupan manusia. Keenam pengertian tersebut di atas menunjukkan bahwa komunikasi mempunyai pengertian yang luas dan beragam. Masing-masing pengertian mempunyai penekanannya dan konteks yang berbeda satu sama lainnya.
2. Unsur-unsur Komunikasi
a.       Komunikator/sender/pengirim
b.       Pesan
c.        Channel/saluran/media
d.       Komunikan/Penerima/Reciever
e.        Respon
C.    Berbicara Sebagai Suatu Cara Berkomunikasi
Berbicara adalah kebutuhan kita sebagai manusia. Berbicara merupakan salah satu cara yang efektif bagi kita untuk berkomunikasi. Dengan berbicara kita bisa menyampaikan maksud dan tujuan serta buah pikiran kita dengan cepat. Namun alangkah bijaksananya jika kita memperhatikan cara berbicara maupun isi dan materi yang kita bicarakan. Jangan sampai ungkapan “Banyak Bicara Banyak Berdosa” sampai menjangkiti kita. Maksud kita hendak mengkomunikasikan sesuatu malah menjadi ajang memperpanjang daftar dosa. Semoga kita terhindar dari hal yang demikian.
Menurut Junko (1984:636) mengatakan bahwa : “Berbicara merupakan suatu komunikasi yaitu, antara manusia dan manusia saling menyampaikan maksudnya satu sama lain, yang bentuknya bisa antara satu orang ke satu orang lainnya, satu orang ke banyak orang, atau pun sebaliknya.”
Manusia adalah makhluk sosial, tindakannya yang pertama dan paling penting adalah tindakan sosial, yaitu suatu tindakan tempat saling mempertukarkan pengalaman, saling mengemukakan dan menerima pikiran, saling mengutarakan perasaan, atau saling mengekspresikan serta menyetujui dan dipahami oleh sejumlah orang yang merupakan suatu masyarakat. Tarigan (1981:8) menyebutkan bahwa : “Untuk menghubungkan anggota masyarakat, diperlukan komunikasi.”
Komunikasi dapat dipandang sebagai suatu perbuatan-perbuatan atau  tindakan-tindakan serangkaian unsur-unsur yang mengandung maksud dan tujuan. Menurut Brown (Tarigan, 1981:10-11) mengatakan bahwa : “Komunikasi bukan merupakan suatu kejadian, peristiwa, atau sesuatu yang terjadi, komunikasi adalah suatu yang fungsional, mengandung maksud dan dirancang untuk menghasilkan beberapa efek atau akibat pada lingkungan para penyimak dan para pembaca.”
Menurut Zimmer (Haryadi dan Zamzani, 1997:56) menyebutkan bahwa: “Kebutuhan akan komunikasi yang efektif dianggap sebagai suatu yang esensial untuk mencapai keberhasilan  setiap individu maupun kelompok.”
 Menurut Supriyadi (2005:178) mengatakan bahwa: “Pentingnya keterampilan berbicara atau bercerita dalam komunikasi yaitu apabila seseorang memiliki keterampilan berbicara yang baik, dia akan memperoleh keuntungan sosial maupun profesional.” Keuntungan sosial berkaitan dengan kegiatan interaksi sosial antarindividu. Sedangkan, keuntungan profesional diperoleh sewaktu  menggunakan bahasa untuk membuat pertanyaa-pertanyaan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan dan mendeskripsikan. Keterampilan berbahasa lisan tersebut memudahkan siswa berkomunikasi dan mengungkapkan ide atau gagasan kepada orang lain.
 Setiap kegiatan berbicara yang dilakukan manusia selalu mempunyai maksud dan tujuan. Tarigan (1983:15) mengatakan bahwa: “Tujuan utama berbicara adalah sebagai suatu proses berkomunikasi sesama manusia.” Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka sebaiknya sang pembicara memahami  makna segala sesuatu yang ingin dikombinasikan, dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasi terhadap pendengarnya, dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala sesuatu situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. Menurut Djago, dkk (1997:37) mengatakan bahwa: “Tujuan pembicaraan biasanya dapat dibedakan atas lima golongan yaitu (1) menghibur, (2) menginformasikan, (3) menstimulasi, (4) meyakinkan, dan 5) menggerakkan.”
Kenapa berbicara dikatakan cara dalam berkomunikasi karena berbicara lebih umum dipakai oleh orang, sedangkan berkomunikasi merupakan hal yang dikenal ketika orang berkomunikasi menggunakan alat bandu seperti pesawat telepon. Namun pada dasarnya berbicara dan berkomunikasi tujuannya sama. Cuma bedanya ketika seseorang melakukan proses berkomunikasi secara otomatis didalamnya sudah ada terjadi proses berbicara itu sendiri. Bila seseorang berbicara belum tentu disebut berkomunikasi. Contoh kecil jika seseorang mau mengatakan sesuatu baik didalam pikiran maupun hatinya, itukan sudah terjadi pembicaraan. Namun belum disebut berkomunikasi. Proses berkomunikasi terjadi bila apa yang dipikirkannya tadi tersalurkan kepada orang lain.
Pada dasarnya berbicara dan berkomunikasi ini sama-sama bermuara pada penyampaian gagasan, perasaan baik berupa verbal maupun nonverbal.  Namun berbicara terpusat pada keterampilan berbahasa sedangkan berkomunikasi berpusat pada hubungan antara pembicara dan penerima yang dilakukan secara bergantian. Kita bisa melihat tujuan dari komunikasi itu sendiri. Adapun tujuan lain komunikasi adalah untuk menjalin hubungan sosial (social relationship) antara pembicara dan lawan bicara.  Dalam hal menjalin hubungan sosial ini tujuan komunikasi  menjadi  sangat  kompleks.
Kompleksitas  ini  disebabkan  tidak  hanya oleh  faktor-faktor  linguistik  (linguistic  factors)  yang  harus  dipertimbangkan  oleh pembicara  dan  lawan  bicara,  namun  faktor-faktor  non  linguistik  (non-linguistic factors) juga memegang peranan penting. Seorang pembicara tidak cukup memilih formulasi gramatikal dan pilihan kata yang tepat untuk berbicara, tetapi aspek sosio kultural  juga  harus  menjadi  pertimbangan.  Menurut Hudson  (1980:56)  menyebutkan  bahwa: “Faktor  peran  dan  hubungan  (role  relationship),  usia  (age),  dan  stratifikasi  sosial (social  stratification)  juga  sangat  berperan  dalam  mencapai  tujuan  komunikasi untuk menjalin hubungan  sosial.”
Berdasarkan pendapat Hudson tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor peran dan hubungan  (role  relationship) antara pembicara dan  lawan bicara  menjadi  pertimbangan  penting  dalam  proses  komunikasi.  Misalnya, komunikasi  antara  seorang  bawahan  pada  atasan,  seorang  anak  pada  bapak, sesama teman akrab, semua ini menuntut strategi komunikasi yang berbeda.  Jika seorang bawahan berbicara pada atasan, dia akan memilih ungkapan yang sesuai dengan peran dia dan atasanya. Bahkan pemilihan kata saja tidak cukup, seringkali ucapan seorang bawahan  tersebut disertai dengan body  language (bahasa  tubuh) yang merepresentasikan penghormatan dia pada atasan, misalnya dengan sedikit membungkukkan  tubuhnya.  Sikap  hormat  ini merupakan  salah  satu  sikap  hidup orang Jawa De Jong(1984), terutama sikap hormat  bagi pangkat atau derajat dan bagi  orang  yang  mempunyai  kedudukan  tinggi  atau  seorang  pemimpin.  Bahkan rasa  hormat  bagi  orang  Jawa  itu  sering  sedemikian  kuat,  sehingga  seseorang dinilai menurut kedudukannya.
Faktor  usia  (age)  juga  menjadi  pertimbangan  penting  dalam  proses komunikasi. Seorang anak harus memilih kata yang  tepat untuk berbicara dengan orang  tuanya atau orang yang dia anggap  lebih  tua dari dia. Perbedaan diksi kata ini sangat  jelas, misalnya dalam bahasa Jawa. Kata mangan, dhahar, nedha pada prinsipnya  mempunyai  makna  semantis  sama,  yaitu  memasukkan  makanan kedalam  mulut.  Namun  ketiga  kata  itu  tidak  dapat  digunakan  sembarangan. Misalnya,  seorang  anak  menyuruh  bapaknya  makan  dengan  ekspresi  “Wis  pak mangan-mangano  segone  ning  meja”.  Pemakaian  kata  mangan  dalam  ekspresi mangano  sama  dengan  kata  nedha  dan  dhahar  secara  semantis. Demikian  juga secara gramatikal ungkapan itu tidak salah, namun secara pragmatis ungkapan itu kurang  tepat.  Ketidak  tepatan  pemakaian  ungkapan  itu  karena  peran  dan hubungan antar keduanya, yaitu sebagi seorang anak dan orangtua. Usia seorang anak  lebih muda  dibanding dengan usia ayahnya.   Karena perbedaan peran dan usia ini mengharuskan seorang anak menggunakan ungkapan yang tepat misalnya dhahar (krama inggil) 
Dalam  bahasa  Jawa  dikenal  tiga  stratifikasi  bahasa  yang  menunjukkan status sosial dan usia, yaitu krama inggil, krama madya, dan ngoko Geertz (1977).  Ketiga  tingkatan  bahasa  tersebut  harus  tepat  cara  pennggunaannya,  dan kekurangtepatan  dalam  penggunaannya  akan  dianggap  anak  yang  tidak  tahu tatakrama (sopan santun). Jadi standar yang dipakai bukan salah benar tetapi tepat atau tidak tepat cara pemakaian ungkapan tersebut . Faktor  stratifikasi  sosial  juga  sangat  berperan  dalam  proses  komunikasi untuk  tujuan menjalin hubungan sosial. Dalam  tradisi Jawa dikenal  tiga stratifikasi sosial  yaitu  kalangan  bangsawan,  kalangan  menengah,  dan  kalangan  bawah. Masing-masing  stratifikasi  ini mempunyai  style  (gaya bahasa)  yang berbeda  satu sama  lain.  Masing-masing  style  disepakati  bersama  cara  pemakaiannya  dalam konvensi dan norma sosial yang berlaku. Dalam bahasa Perancis, misalnya dikenal dengan pemakain kata ganti orang  (pronoun) Tu dan Vous. Wardaugh(1987). Tu digunakan  untuk  menyebut  you  (kamu)  pada  orang  yang  lebih  tua,  misalnya seorang  anak  pada  bapaknya.  Sedangkan  Vous,  digunakan  untuk  sebutan  you (kamu) untuk orang yang lebih tua pada orang lebih muda.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan Bab II maka dapat kita simpulkan Berbicara atau berkomunikasi merupakan suatu keterampilan yang mesti dimiliki dan dikuasai oleh manusia. Karena berkomunikasi ini berhubungan langsung dalam kehidupan kita sehari-hari. Tanpa komunikasi kita tidak bisa berbuat banyak dalam beraktivitas.
Secara profesional menuntut kesiapan tiga hal dalam berbicara sebagai suatu proses berkomunikasi yaitu pertama wawasan atau materi yang kita sampaikan, kedua cara penyampaian yang meliputi gerak, intonasi suara, dan penekanannya, ketiga penampilan kita. Setelah membaca dan membahas makalah dengan judul berbicara sebagai suatu cara berkomunikasi ini, kita diharapkan mampu berkomunikasi secara efektif. baik searah maupun multi arah serta mampu menumbuh kembangkan kemampuan tersebut dalam proses belajar mengajar maupun dalam kehidupan kita sehari-hari.
B.     Saran
Tidak ada yang tidak bisa kita kuasai dan kita miliki bila kita mau belajar dan berlatih. Yang terpenting milikilah motivasi untuk maju dan berkembang. Kita pasti mampu mencapai keberhasilan yang diinginkan.
Kehadiran makalah ini mungkin sedikit mambantu anda dalam menyelesaikan permasalahan yang anda butuhkan yang berkaitan dengan berbicara sebagai suatu cara dalam berkomunikasi. Berikut beberapa saran yang kiranya dapat bermanfaat bagi semua pihak yaitu :
1)      Mulailah berlatih dengan disertai rasa kemauan yang kuat terhadap apa yang kita inginkan supaya kita bisa berkomunikasi dengan baik. Baik kepada siapa, kapan saja, dan dimana saja.
2)      Jangan pernah merasa malu untuk bertanya, dan jang pernah takut gagal ketika berlatih karena tidak ada keberhasilan tanpa adanya kegagalan. Milikilah rasa motivasi diri yang kuat karena dengan motivasi itu mempertandakan kita sudah mulai kearah yang kita inginkan.







DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Maidar G.1988. Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia.. Jakarta: Erlangga.
Gode, Alexander.1959. What is Communication? Journal of Communication 9.
Hallim, dkk. 1974.Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Hudson.1980.Faktor-faktor Komunikasi.Jakarta: Erlangga.
King, Larry. 2007.Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, Di Mana Saja: Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Manggio, Rosalie. 2005.Sukses Berbicara Dengan Siapa Saja. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Mustafa,Nur. 2006.Berbicara.Pekanbaru : Cendikia Insani
Steiner, Gary A. 1964.Human Behavior:An Inventory of Scientific Finding. New Yoek: Harcourt Brace Javanovich.
Tarigan, Henry Guntur. 1981. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
___________________.1983. Berbahasa sebagai Suatu Keterampilan Berkomunikasi. Bandung: Angkasa.
Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: PT Gransindo.
Yahaya, Azizi, dkk. 2005. Aplikasi Kongnitif Dalam Pendidikan. Malaysia : PTS professional Publishing Sdn. Bhd