BERBICARA SEBAGAI SUATU CARA BERKOMUNIKASI
M A K A L A H
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Semester Pada Mata Kuliah Berbicara
DOSEN PEMBIMBING : Drs.Darwis, M.Pd
Oleh:
UNYIL
KELAS : C.8
NIM : 100388201025
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI (UMRAH)
TANJUNG PINANG
2011
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan segala puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya dan Shalawat serta salam kepada Junjungan Alam Nabi Besar Muhammad SAW, sehingga saya dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “ BERBICARA SEBAGAI SUATU CARA BERKOMUNIKASI”.
Dengan selesainya makalah ini, saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Drs.Darwis, M.Pd selaaku dosen pengajar mata kuliah Berbicara.
2. Rekan-rekan mahasiswa/i Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Jurusan Bahasa Indonesia UMRAH Tanjungpinang Angkatan 2010-2011.
Saya sangat menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kekeliruan, untuk itulah Saya mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna menuju kesempurnaan penulisan makalah ini.
Demikianlah makalah ini saya buat, dengan kata-kata “Tiada Gading Yang Tak Retak”, karena manusia tidak luput dari kesalahan, manusia hanya bisa berencana tetapi Allah SWT juga yang menentukan dan dengan harapan makalah ini dapat bermanfaat dan menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi mereka yang memerlukan. Wassalam.
Tanjung pinang, 24 Mei 2011
PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara dan berkomunikasi merupakan suatu rangkaian aktivitas yang kita lakukan setiap hari boleh dibilang dari bagun tidur sampai tertidur lagi, bahkan dalam tidur pun sering kita berbicara. Seperti ketika kita bermimpi tak jarang kita melakukan pembicaraan dalam mimpi tersebut. Artinya berbicara merupakan hal terbesar yang dimiliki oleh manusia dalam berinteraksi sesama makhluk di muka bumi ini terutama manusia.
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Sebagai jembatan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya adalah komunikasi. Komunikasi merupakan hal terpenting dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tanpa berkomunikasi kita tidak akan bisa berhubungan dengan orang lain. Untuk bisa berkomunikasi dengan baik dan benar kita harus terampil berbicara. Untuk bisa berbicara kita mesti belajar terlebih dahulu terhadap suatu bahasa tertentu. Karena bahasa merupakan dasar utama bagi seseorang untuk bisa berbicara baik secara verbal maupun nonverbal.
B. Tujuan dan Kegunaan Makalah
1. Tujuan Makalah
a. Untuk mengetahui tujuan berbicara supaya efektif.
b. Untuk mengetahui mengapa berbicara dikatakan sebagai suatu cara berkomunikasi.
2. Kegunaan Makalah
a. Sebagai syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Semester.
b. Hasil makalah ini diharapkan dapat menjadi media untuk menambah dan memperluas khasanah keilmuan, terkhususnya bagi pengembangan keguruan ilmu pendidikan.
BAB II
BERBICARA SEBAGAI SUATU CARA BERKOMUNIKASI
Berkomunikasi memang sangatlah penting bagi kelangsungan hidup, terutama dalam lingkungan sosial, agar diterima di masyarakat kita harus pandai dalam hal berkomunikasi, salah satunya melalui berbicara. Berbicara merupakan bentuk komunikasi manusia yang paling esensial, yang membedakan kita sebagai suatu spesies. Tidak semua makhluk dapat berbicara, begitu juga dengan manusia, walaupun manusia mempunyai kelebihan dapat berbicara, tidak banyak manusia yang memanfaatkan kelebihan itu, banyak individu yang takut berbicara. Dalam konteks ini, takut berarti takut kalau mengatakan atau berbicara hal yang salah (tidak sesuai dengan kondisi) atau juga sebenarnya mereka mengatakan hal yang benar tetapi menyampaikan dengan cara yang salah. Hal-hal seperti itu yang membuat individu berprinsip lebih baik diam dan dianggap bodoh daripada membuka mulut tetapi ditertawakan banyak orang.
A. Berbicara
Berbicara adalah proses individu berkomunikasi dengan lingkungan masyarakat untuk menyatakan dan sebagai anggota masyarakat. Serta berbicara merupakan salah satu aspek dari keterampilan berbahasa. Tapi dalam pengertian berbicara yang komplek, bertujuan dan terstruktur dalam kegiatan ilmiah, maka berbicara masih sangat jarang digunakan. Tarigan (1981:15) mengatakan bahwa : “Berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantis, dan linguistik yang sangat intensif.”
Jadi menurut pendapat Tarigan tersebut dapat disimpulkan bahwa berbicara berkaitan dengan suatu prilaku manusia yang berkaitan dengan fisik serta jiwa yang sehat sehingga bisa memahami makna yang terkandung dalam suatu bahasa yang sempurna.
Berbicara itu seperti bermain golf, mengendarai mobil, atau mengelola toko, semakin sering melakukannya, semakin mahir jadinya, dan semakin senang melakukannya, semua orang mempunyai kemampuan berbicara. Kemampuan tersebut dapat menjadi sebuah keahlian apabila kemampuan itu diasah dan dikembangkan. Bagi sebagian orang, berbicara tidaklah mudah. Kunci dari semua itu adalah Jujur dan terbuka, dengan kejujuran orang yang kita ajak bicara akan merasakan perasaan dan keadaan kita. Dengan sikap terbuka serta jujur mengenai latar belakang kita terhadap lawan bicara, kita tidak perlu khawatir berbicara kepada orang itu, karena kita sudah terbuka dan jujur sehingga percakapan itu memberikan kebebasan dan kita juga akan mendapatkan rasa hormat dari orang yang kita ajak bicara selanjutnya kita akan merasa nyaman dan lancar dalam berkomunikasi.
Keterampilan berbicara sangat berkaitan dengan pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan salah satu alat untuk berkomunikasi gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penyimak atau pendengar. Pembicaraan yang memiliki kemampuan menyampaikan gagasan secara efektif, sebaiknya mempunyai kemampuan berbicara dan keterampilan berbicara memadai. Arsyad (1988:17) mengatakan bahwa : “Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapakn kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan atau perasaan.” Jadi berdasarkan pendapat Arsyad tersebut kemampuan berbicara dapat dikuasai dengan baik, apabila memiliki kedewasaan dalam berbicara.
Kedewasaan pribadi dalam berbicara tersebut sebagaimana yang dikatakan oleh Powers (Tarigan, 1981:19) memiliki empat ciri yaitu dapat menunjukkan pribadi dewasa dan terampil berbicara antara lain :
“1. Keterampilan sosial menuntut agar pembicara memperhatikan empat hal yaitu bahwa berbicara harus memperhatikan apa yang dikatakan, bagaimana mengatakan, kapan mengatakan, dan kapan tidak perlu menyampaikan sesuatu pembicara kepada penyimak.
2. Keterampilan semantik adalah kemampuan untuk mempergunakan kata-kata dengan tepat dan penuh perhatian. Untuk memperoleh kemampuan semantik, pembicara harus memiliki pengetahuan yang luas tentang makna dan ketetapan penggunanya. Suatu pembicara akan lebih diterima penyimak apabila pembicara mengetahui tentang keterampilan semantik.
3. Keterampilan fonetik adalah kemampuan membentuk unsur-unsur fonetik secara tepat.
4. Keterampilan vokal adalah kemampuan untuk menciptakan efek emosional yang diinginkan dengan suara pembicara, keterampilan vokal ini berkaitan dengan kemampuan pembicara untuk berbicara dengan suara yang jelas dan tepat.”
Sebagaimana Hallim (1974:67) mengatakan bahwa :
“Keefektifan berbicara juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, lafal atau ucapan dan pola-pola intonasi serta tekanan, penguasaan tata bahasa, kosa kata, kelancaran dan kefasihan dan pemahaman. Faktor-faktor tesebut menjadi sangat efektif apabila pembicara juga memperhatikan hal-hal yang bersifat kebahasaan dan hal-hal yang berhubungan dengan non kebahasaan.”
Arsyad, (1988:17-22) juga menyebutkan bahwa :
“Faktor kebahasaan meliputi: kejelasan dan kekuatan vocal, kelancaran pengujaran, kefasihan pengucapan, variasi gaya retorik, dan variasi intonasi, ketetapan pilihan kata (diksi). Sedangkan faktor non kebahasaan meliputi: kepaduan pembicaraan, keulesan kinesik, penguasaan bahan, ketuntasan pembicaraan, efisiensi waktu”.
Jadi menurut pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa berbicara itu memerlukan suatu keterampilan untuk mencapai kedewasaan pribadi, serta harus memiliki keefektifan berbicara supaya efektif apabila pembicara memperhatikan faktor-faktor yang bersifat kebahasaan dan hal-hal yang berhubungan dengan faktor-faktor non kebahasaan.
Adapun fungsi berbicara dalam kehidupan yaitu:
1. Sebagai alat melahirkan berbagai perasaan; ungkapan kasih sayang, rasa kagum, heran, dan senang.
2. Sebagai alat komunikasi; memperlancar pergaulan, melahirkan gagasan, ide, kreatifitas, menambah pengetahuan dan sebagainya.
B. Berkomunikasi
Berkomunikasi adalah hal yang penting dalam hubungan antara manusia, bahkan di masa kini, komunikasi sangat menentukan sukses tidaknya seseorang dalam segala sisi kehidupan. Rasulullah SAW adalah seorang komunikator yang handal. Seorang teladan luar biasa yang sepantasnya kita tiru. Berikut ini adalah beberapa tips yang diangkat dari teladan beliau dalam berkomunikasi seperti Rasullullah SAW adalah sosok yang fasih berbicara. Sedikit bicara namun penuh makna, mudah dimengerti, dan tidak menyinggung perasaan orang yang diajak berbicara.
Tujuan kita berkomunikasi kepada lawan bicara adalah untuk menyampaikan pesan dan menjalin hubungan sosial (social relationship). Dalam penyampaian pesan tersebut biasanya digunakan bahasa verbal baik lisan atau tulis, atau non verbal (bahasa isyarat) yang dipahami kedua belah pihak, pembicara dan lawan bicara.
Sedangkan tujuan komunikasi untuk menjalin hubungan sosial dilakukan dengan menggunakan beberapa strategi. Misalnya, dengan menggunakan ungkapan kesopanan (politeness), ungkapan implisit (indirectness), basa-basi (lips service) dan penghalusan istilah (eufemisme). Strategi tersebut dilakukan oleh pembicara dan lawan bicara agar proses
komunikasi berjalan baik dalam arti pesan tersampaikan dengan tanpa merusak hubungan sosial diantara keduanya.
Dengan berlaku demikian setelah proses komunikasi selesai antara pembicara dan lawan bicara mempunyai kesan yang mendalam, misalnya, kesan simpatik, sopan, ramah, dan santun. Namun demikian untuk mencapai dua tujuan komunikasi tersebut ternyata tidak mudah. Bahkan seringkali prinsip-prinsip komunikasi sering berbenturan dengan prinsip-prinsip kesopanan dalam berbahasa. Disatu sisi kita diharuskan untuk mematuhi prinsip komunikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman, tetapi disisi lain kita harus melanggar prinsip-prinsip tersebut, dengan berbasa-basi, untuk menjaga hubungan sosial.
Istilah komunikasi dari bahasa Inggris communication, dari bahasa latin communicatus yang mempunyai arti berbagi atau menjadi milik bersama, komunikasi diartikan sebagai proses sharing diantara pihak-pihak yang melakukan aktifitas komunikasi tersebut. Komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya. Webster’s New Collegiate Dictionary edisi tahun 1977 antara lain menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.
1. Pengertian Komunikasi
Menurut Kelley (1953:110) menyebutkan bahwa : ”Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak).”
Sebagaimana Steiner (1964:67) mengatakan bahwa : ”Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain.”
Gode (1959:98) menyebutkan bahwa : “Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari yang semula dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih.”
Menurut Barnlund (1964:112) mengatakan bahwa : “Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego.”
Menurut Ruesch (1957:77) menyebutkan bahwa : “Komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan.” Dan menurut Weaver (1949:123) juga mengatakan bahwa : ”Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya.”
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian pertama menjelaskan penyampaian stimulus hanya dalam bentuk kata-kata dan pada pengertian kedua penyampaian stimulus bisa berupa simbol-simbol tidak hanya kata-kata tetapi juga gambar, angka dan lain-lain sehingga yang disampaikan bisa lebih mewakili yaitu termasuk gagasan, emosi atau keahlian. Pengertian pertama dan kedua tidak bicara soal media atau salurannya, pengertian ke tiga dari lasswell melengkapinya dengan komponen proses komunikasi secara lebih lengkap. Pengertian ke-empat dan seterusnya memahami komunikasi dari konteks yang berbeda menghasilkan pengertian komunikasi yang menyeluruh mewakili fungsi dan karakteristik komunikasi dalam kehidupan manusia. Keenam pengertian tersebut di atas menunjukkan bahwa komunikasi mempunyai pengertian yang luas dan beragam. Masing-masing pengertian mempunyai penekanannya dan konteks yang berbeda satu sama lainnya.
2. Unsur-unsur Komunikasi
a. Komunikator/sender/pengirim
b. Pesan
c. Channel/saluran/media
d. Komunikan/Penerima/Reciever
e. Respon
C. Berbicara Sebagai Suatu Cara Berkomunikasi
Berbicara adalah kebutuhan kita sebagai manusia. Berbicara merupakan salah satu cara yang efektif bagi kita untuk berkomunikasi. Dengan berbicara kita bisa menyampaikan maksud dan tujuan serta buah pikiran kita dengan cepat. Namun alangkah bijaksananya jika kita memperhatikan cara berbicara maupun isi dan materi yang kita bicarakan. Jangan sampai ungkapan “Banyak Bicara Banyak Berdosa” sampai menjangkiti kita. Maksud kita hendak mengkomunikasikan sesuatu malah menjadi ajang memperpanjang daftar dosa. Semoga kita terhindar dari hal yang demikian.
Menurut Junko (1984:636) mengatakan bahwa : “Berbicara merupakan suatu komunikasi yaitu, antara manusia dan manusia saling menyampaikan maksudnya satu sama lain, yang bentuknya bisa antara satu orang ke satu orang lainnya, satu orang ke banyak orang, atau pun sebaliknya.”
Manusia adalah makhluk sosial, tindakannya yang pertama dan paling penting adalah tindakan sosial, yaitu suatu tindakan tempat saling mempertukarkan pengalaman, saling mengemukakan dan menerima pikiran, saling mengutarakan perasaan, atau saling mengekspresikan serta menyetujui dan dipahami oleh sejumlah orang yang merupakan suatu masyarakat. Tarigan (1981:8) menyebutkan bahwa : “Untuk menghubungkan anggota masyarakat, diperlukan komunikasi.”
Komunikasi dapat dipandang sebagai suatu perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan serangkaian unsur-unsur yang mengandung maksud dan tujuan. Menurut Brown (Tarigan, 1981:10-11) mengatakan bahwa : “Komunikasi bukan merupakan suatu kejadian, peristiwa, atau sesuatu yang terjadi, komunikasi adalah suatu yang fungsional, mengandung maksud dan dirancang untuk menghasilkan beberapa efek atau akibat pada lingkungan para penyimak dan para pembaca.”
Menurut Zimmer (Haryadi dan Zamzani, 1997:56) menyebutkan bahwa: “Kebutuhan akan komunikasi yang efektif dianggap sebagai suatu yang esensial untuk mencapai keberhasilan setiap individu maupun kelompok.”
Menurut Supriyadi (2005:178) mengatakan bahwa: “Pentingnya keterampilan berbicara atau bercerita dalam komunikasi yaitu apabila seseorang memiliki keterampilan berbicara yang baik, dia akan memperoleh keuntungan sosial maupun profesional.” Keuntungan sosial berkaitan dengan kegiatan interaksi sosial antarindividu. Sedangkan, keuntungan profesional diperoleh sewaktu menggunakan bahasa untuk membuat pertanyaa-pertanyaan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan dan mendeskripsikan. Keterampilan berbahasa lisan tersebut memudahkan siswa berkomunikasi dan mengungkapkan ide atau gagasan kepada orang lain.
Setiap kegiatan berbicara yang dilakukan manusia selalu mempunyai maksud dan tujuan. Tarigan (1983:15) mengatakan bahwa: “Tujuan utama berbicara adalah sebagai suatu proses berkomunikasi sesama manusia.” Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka sebaiknya sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikombinasikan, dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasi terhadap pendengarnya, dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala sesuatu situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. Menurut Djago, dkk (1997:37) mengatakan bahwa: “Tujuan pembicaraan biasanya dapat dibedakan atas lima golongan yaitu (1) menghibur, (2) menginformasikan, (3) menstimulasi, (4) meyakinkan, dan 5) menggerakkan.”
Kenapa berbicara dikatakan cara dalam berkomunikasi karena berbicara lebih umum dipakai oleh orang, sedangkan berkomunikasi merupakan hal yang dikenal ketika orang berkomunikasi menggunakan alat bandu seperti pesawat telepon. Namun pada dasarnya berbicara dan berkomunikasi tujuannya sama. Cuma bedanya ketika seseorang melakukan proses berkomunikasi secara otomatis didalamnya sudah ada terjadi proses berbicara itu sendiri. Bila seseorang berbicara belum tentu disebut berkomunikasi. Contoh kecil jika seseorang mau mengatakan sesuatu baik didalam pikiran maupun hatinya, itukan sudah terjadi pembicaraan. Namun belum disebut berkomunikasi. Proses berkomunikasi terjadi bila apa yang dipikirkannya tadi tersalurkan kepada orang lain.
Pada dasarnya berbicara dan berkomunikasi ini sama-sama bermuara pada penyampaian gagasan, perasaan baik berupa verbal maupun nonverbal. Namun berbicara terpusat pada keterampilan berbahasa sedangkan berkomunikasi berpusat pada hubungan antara pembicara dan penerima yang dilakukan secara bergantian. Kita bisa melihat tujuan dari komunikasi itu sendiri. Adapun tujuan lain komunikasi adalah untuk menjalin hubungan sosial (social relationship) antara pembicara dan lawan bicara. Dalam hal menjalin hubungan sosial ini tujuan komunikasi menjadi sangat kompleks.
Kompleksitas ini disebabkan tidak hanya oleh faktor-faktor linguistik (linguistic factors) yang harus dipertimbangkan oleh pembicara dan lawan bicara, namun faktor-faktor non linguistik (non-linguistic factors) juga memegang peranan penting. Seorang pembicara tidak cukup memilih formulasi gramatikal dan pilihan kata yang tepat untuk berbicara, tetapi aspek sosio kultural juga harus menjadi pertimbangan. Menurut Hudson (1980:56) menyebutkan bahwa: “Faktor peran dan hubungan (role relationship), usia (age), dan stratifikasi sosial (social stratification) juga sangat berperan dalam mencapai tujuan komunikasi untuk menjalin hubungan sosial.”
Berdasarkan pendapat Hudson tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor peran dan hubungan (role relationship) antara pembicara dan lawan bicara menjadi pertimbangan penting dalam proses komunikasi. Misalnya, komunikasi antara seorang bawahan pada atasan, seorang anak pada bapak, sesama teman akrab, semua ini menuntut strategi komunikasi yang berbeda. Jika seorang bawahan berbicara pada atasan, dia akan memilih ungkapan yang sesuai dengan peran dia dan atasanya. Bahkan pemilihan kata saja tidak cukup, seringkali ucapan seorang bawahan tersebut disertai dengan body language (bahasa tubuh) yang merepresentasikan penghormatan dia pada atasan, misalnya dengan sedikit membungkukkan tubuhnya. Sikap hormat ini merupakan salah satu sikap hidup orang Jawa De Jong(1984), terutama sikap hormat bagi pangkat atau derajat dan bagi orang yang mempunyai kedudukan tinggi atau seorang pemimpin. Bahkan rasa hormat bagi orang Jawa itu sering sedemikian kuat, sehingga seseorang dinilai menurut kedudukannya.
Faktor usia (age) juga menjadi pertimbangan penting dalam proses komunikasi. Seorang anak harus memilih kata yang tepat untuk berbicara dengan orang tuanya atau orang yang dia anggap lebih tua dari dia. Perbedaan diksi kata ini sangat jelas, misalnya dalam bahasa Jawa. Kata mangan, dhahar, nedha pada prinsipnya mempunyai makna semantis sama, yaitu memasukkan makanan kedalam mulut. Namun ketiga kata itu tidak dapat digunakan sembarangan. Misalnya, seorang anak menyuruh bapaknya makan dengan ekspresi “Wis pak mangan-mangano segone ning meja”. Pemakaian kata mangan dalam ekspresi mangano sama dengan kata nedha dan dhahar secara semantis. Demikian juga secara gramatikal ungkapan itu tidak salah, namun secara pragmatis ungkapan itu kurang tepat. Ketidak tepatan pemakaian ungkapan itu karena peran dan hubungan antar keduanya, yaitu sebagi seorang anak dan orangtua. Usia seorang anak lebih muda dibanding dengan usia ayahnya. Karena perbedaan peran dan usia ini mengharuskan seorang anak menggunakan ungkapan yang tepat misalnya dhahar (krama inggil)
Dalam bahasa Jawa dikenal tiga stratifikasi bahasa yang menunjukkan status sosial dan usia, yaitu krama inggil, krama madya, dan ngoko Geertz (1977). Ketiga tingkatan bahasa tersebut harus tepat cara pennggunaannya, dan kekurangtepatan dalam penggunaannya akan dianggap anak yang tidak tahu tatakrama (sopan santun). Jadi standar yang dipakai bukan salah benar tetapi tepat atau tidak tepat cara pemakaian ungkapan tersebut . Faktor stratifikasi sosial juga sangat berperan dalam proses komunikasi untuk tujuan menjalin hubungan sosial. Dalam tradisi Jawa dikenal tiga stratifikasi sosial yaitu kalangan bangsawan, kalangan menengah, dan kalangan bawah. Masing-masing stratifikasi ini mempunyai style (gaya bahasa) yang berbeda satu sama lain. Masing-masing style disepakati bersama cara pemakaiannya dalam konvensi dan norma sosial yang berlaku. Dalam bahasa Perancis, misalnya dikenal dengan pemakain kata ganti orang (pronoun) Tu dan Vous. Wardaugh(1987). Tu digunakan untuk menyebut you (kamu) pada orang yang lebih tua, misalnya seorang anak pada bapaknya. Sedangkan Vous, digunakan untuk sebutan you (kamu) untuk orang yang lebih tua pada orang lebih muda.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan Bab II maka dapat kita simpulkan Berbicara atau berkomunikasi merupakan suatu keterampilan yang mesti dimiliki dan dikuasai oleh manusia. Karena berkomunikasi ini berhubungan langsung dalam kehidupan kita sehari-hari. Tanpa komunikasi kita tidak bisa berbuat banyak dalam beraktivitas.
Secara profesional menuntut kesiapan tiga hal dalam berbicara sebagai suatu proses berkomunikasi yaitu pertama wawasan atau materi yang kita sampaikan, kedua cara penyampaian yang meliputi gerak, intonasi suara, dan penekanannya, ketiga penampilan kita. Setelah membaca dan membahas makalah dengan judul berbicara sebagai suatu cara berkomunikasi ini, kita diharapkan mampu berkomunikasi secara efektif. baik searah maupun multi arah serta mampu menumbuh kembangkan kemampuan tersebut dalam proses belajar mengajar maupun dalam kehidupan kita sehari-hari.
B. Saran
Tidak ada yang tidak bisa kita kuasai dan kita miliki bila kita mau belajar dan berlatih. Yang terpenting milikilah motivasi untuk maju dan berkembang. Kita pasti mampu mencapai keberhasilan yang diinginkan.
Kehadiran makalah ini mungkin sedikit mambantu anda dalam menyelesaikan permasalahan yang anda butuhkan yang berkaitan dengan berbicara sebagai suatu cara dalam berkomunikasi. Berikut beberapa saran yang kiranya dapat bermanfaat bagi semua pihak yaitu :
1) Mulailah berlatih dengan disertai rasa kemauan yang kuat terhadap apa yang kita inginkan supaya kita bisa berkomunikasi dengan baik. Baik kepada siapa, kapan saja, dan dimana saja.
2) Jangan pernah merasa malu untuk bertanya, dan jang pernah takut gagal ketika berlatih karena tidak ada keberhasilan tanpa adanya kegagalan. Milikilah rasa motivasi diri yang kuat karena dengan motivasi itu mempertandakan kita sudah mulai kearah yang kita inginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Maidar G.1988. Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia.. Jakarta: Erlangga.
Gode, Alexander.1959. What is Communication? Journal of Communication 9.
Hallim, dkk. 1974.Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Hudson.1980.Faktor-faktor Komunikasi.Jakarta: Erlangga.
King, Larry. 2007.Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, Di Mana Saja: Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Manggio, Rosalie. 2005.Sukses Berbicara Dengan Siapa Saja. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Mustafa,Nur. 2006.Berbicara.Pekanbaru : Cendikia Insani
Steiner, Gary A. 1964.Human Behavior:An Inventory of Scientific Finding. New Yoek: Harcourt Brace Javanovich.
Tarigan, Henry Guntur. 1981. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
___________________.1983. Berbahasa sebagai Suatu Keterampilan Berkomunikasi. Bandung: Angkasa.
Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: PT Gransindo.
Yahaya, Azizi, dkk. 2005. Aplikasi Kongnitif Dalam Pendidikan. Malaysia : PTS professional Publishing Sdn. Bhd